a choice that change my life

Rabu, 20 Maret 2013

Cerita Mudik (VI): Rumitnya Jakarta

Meski aku sudah tamat sekolah, namun aku belum pernah menginjakkan kaki di ibukota Jakarta. Selain belum ada kesempatan, aku juga belum tertarik untuk mengunjungi ibukota yang kabarnya lebih jahat daripada ibu tiri ini. Namun kali ini lain ceritanya, masa sebagai bangsa Indonesia pernah jalan-jalan ke ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, dan tinggal di dekat ibukota Thailand tapi belum pernah ke ibukota negara sendiri. Lagipula teman dekat saya, ehemm :p kerja di Jakarta, dan banyak sahabat yang tinggal disana. Jadi saya putuskan pulang ke Indonesia lewat Jakarta pada tanggal 22 Desember 2012 lampau.

Perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta memakan waktu sekitar 1,5 jam. Aku dijemput Cupa saat itu. Kata-kata pertama yang kuucapkan adalah "Aku pengen makan tempe". Lalu aku dan Cupa naik bis dari bandara ke (lupa) daerah dekat terminal trans jakarta di Pancoran. Saat itu langsung kurasakan perbedaan antara Bangkok dan Jakarta. Kalau naik transportasi, orang Thailand antri dulu satu-satu teratur, disini langsung gruduk sengggol kanan-kiri. Saat itu bis yang kami tumpangi kebetulan penuh. Tapi masih naikin penumpang aja. Kebetulan aku menjadi penumpang yang tidak kebagian kursi. Jadi aku duduk di emperan lorong bis, beralaskan kardus. Oke ini kebacut tapi begitulah adanya. welcome to Jakarta, nak :D

Kerumitan Jakarta untukku, baru saja dimulai. Beberapa menit bis berjalan, lalu merangkak, lalu berhenti. Benar sekali, aku terjebak macet yang merupakan salah satu problem di kota Jakarta. Apalagi saat itu sedang hujan deras, beberapa titik jalan di Jakarta tidak bisa dilewati. Parah. Teringat dua minggu lalu, masih enak menikmati transportasi kota Bangkok: Sky Train, cepat, nyaman, dan mudah. Ohh MRT Jakarta, kapan mulai bisa digunakan? Keburu mobil dan sepeda motor pribadi memenuhi jalan raya. Perjalanan dengan bis dari bandara memakan waktu hampir dua jam, lebih lama dari perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta.

Cupa dan aku turun di dekat Pancoran. Nyebrang tanpa zebra cross, melewati kendaraan yang terjebak macet. Kami menuju halte bis Trans Jakarta. Emosiku diuji disini. Udah nunggunya lama, setiap kali ada bis, penuh semua. "Ini masih mending haltenya sepi, biasanya antrinya sampai luar," terang Cupa. Aku tidak mau membayangkan mengantri seperti itu. Gak efektif dan efisien banget. Akhirnya datang bis Trans Jakarta, aku berusaha ndusel di bis yang sudah penuh itu. Salutnya, Trans Jakarta punya kondektur yang memantau keluar masuk penumpang dengan aman. Lalu dipisah antara perempuan dan laki-laki, sehingga nduselnya dengan gender yang sama. Saat bis sudah berjalan, aku baru sadar kalau Cupa tidak naik bis ini karena di bagian laki-laki sudah penuh sesak. Triing kemanakah aku akan berhenti?? Untung saja Cupa sudah memberi ancer-ancer untuk turun di halte Cawang.

Aku menunggu Cupa di terminal sambil memandangi hujan rintik-rintik diluar. Teringat lagi kalau naik bis di Thailand. Ga perlu rebutan, meski penuh tapi tidak sesak, dan meski tak memiliki jalur sendiri namun bis umum bisa lewat dengan nyaman dan hanya sesekali terjebak kemacetan. Atau teringat lagi kota Surabaya yang nyaman. Oh Jakarta... Selang belasan menit, Cupa datang dengan bis Trans Jakarta berikutnya. Kami turun dari halte dan menuju Carefour. Akhirnya aku bisa makan bebek penyet dan tempe di salah satu restoran di Carefour. Ternyata.... tempe itu enak :D

I love tempe XD

Bebek penyet. hmm...

Setelah itu kami berbelanja beberapa barang. Semuanya biayaku disana ditanggung Cupa sebagai tuan rumah. Terima kasih :D :D :D maklum saya masih mahasiswa, beda sama yang udah kerja sebagai engineer. Kami menaiki jembatan ke tempat kosnya Cupa. Rencananya aku akan menaruh barang dan menyusul teman-teman lain yang sudah menunggu di mall untuk nobar film Habibie & Ainun. Tiba-tiba ditengah jembatan, Cupa menarikku "Hati-hati," katanya. Wheeerr,,,,, sepeda motor melintas. What the h*ll??? ini kan jembatan penyebrangan untuk pejalan kaki,tinggi lagi, kok bisa sepeda motor lewat sini. Sungguh warga Jakarta canggih banget dalam atraksi sepeda motor.

Halte Trans Jakarta.

Malam itu aku bertemu Ade dan Levi. Ade memelukku, huwaa rasanya udah lamaa ga ketemu (padahal ya cuma 4 bulan). Lalu kami ber-empat menonton film Habibie & Ainun. Akhirnya aku bisa melihat bioskop dengan Bahasa Indonesia. Sebelumnya aku melihat The Hobbit di Thailand dengan subtittle cacing >_<. Malam itu aku dan Ade tidur di kamar Cupa dan Cupa pindah ke kamar Levi. Memang kalau malam hari, daerah kos Ade yang berada di kota tua termasuk kawasan angker. Jadi lebih baik menginap semalam di kos Cupa.

Entahlah hari itu aku belum menemukan indahnya hidup di Jakarta. Yang kutemui hanya jalan becek dan gang sempit. Wisatanya hanya seputar mall dengan transportasi minim. Tapi tetap saja ini Indonesia dan ada tempe :p aku bersyukur. Entah surprise apalagi yang kudapatkan dari Jakarta esok hari, setelah: macet, becek, banjir, sumpek, dan rumit. Aku berharap surprise yang menyenangkan saja :D
Read More

Sabtu, 16 Maret 2013

Cerita Mudik (V): Deja Vu di Putrajaya, Kuala Lumpur

Bis malam yang kutumpangi berangkat sekitar jam 00.00 dari Penang ke Kuala Lumpur. Aku tertidur lelap didalam bis, kelelahanku mengintari Penang terakumulasi saat itu. Aku terbangun dan melihat ke jendela, kerlipan lampu hias berwarna warni menerangi bangunan yang modern. Wah ini dimana ya, kenapa semua kota di Malaysia keren seperti ini. Lalu kulihat beton MRT, pantesan saja kota ini keren, lha aku sudah sampai di ibukota Malaysia-Kuala Lumpur. Bis menurunkan penumpang di daerah Masjid Jamek. Aku sudah familiar dengan daerah ini karena setahun lampau pernah menjelajah tempat ini selama dua hari. Penginapanku dulu juga berada disekitar sana. Apalagi aku pernah memutari Kuala Lumpur dengan jalan kaki. Ulangi: jalan kaki! http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-25-menawannya-negara-saingan.htmlhttp://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-3-jelajah-jalan-kaki-kuala-lumpur.html dan http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-35-jelajah-jalan-kaki-kuala-lumpur.html .

Jam menunjukkan pukul lima pagi. Suasana di Kuala Lumpur masih sunyi dan gelap gulita. Aku ingin menangis, mengapa? Karena tidak menemukan toilet disekitar sana! Padahal aku belum ke toilet sama sekali semenjak dari Penang. Aku yang mengingat semua detail daerah itu, berjalan kaki menuju stasiun MRT Masjid Jamek dan berharap bisa numpang toilet di Masjid sekalian sholat. Tapi aku juga lupa kalau jam di Kuala Lumpur lebih cepat sejam daripada WIB, jadi waktu shalat Shubuh itu jam 6 pagi. Alhasil aku hanya menemui pintu gerbang Masjid Jamek yang terkunci. Ada pasangan suami istri di bis yang sama denganku tadi melihatku sendirian. Perempuan, sendirian, dan mukaku pucet lagi. "Mau kemana?" tanya Si Suami. "Toilet," jawabku jujur. "You lebih baik tunggu di depan pintu MRT saja. Nanti open jam enam," ujar Si Suami dalam bahasa campuran melayu dan inggris. Akhirnya aku duduk menyendiri di tangga jalan masuk ke MRT Masjid Jamek yang akan buka sejam lagi. Sumpah aku mirip TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang tersesat. Ternyata pasangan suami istri itu juga menunggu di dekat sana. Kutanyakan saja pada mereka bagaimana mencapai Putrajaya dengan naik bis. Ternyata mereka juga bingung. Good.

Putrajaya. Bisa dibilang aku jatuh cinta dengan daerah ini sejak mengunjungi pertama kalinya pada Februari lalu http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-2-menawannya-negara-saingan.html . Jadi aku tak bisa melawatkan begitu saja destinasi ini saat kembali ke Kuala Lumpur. Hari itu tanggal 22 Desember 2012, pesawatku akan lepas landas dari Bandara LCCT Kuala Lumpur jam 13.30. Aku hanya memiliki sedikit waktu di pagi hari untuk menjelajah. Sebenarnya landmark Kuala Lumpur adalah Petronas dan aku belum pernah naik ke menara itu, dulu aku hanya berfoto didepannya. Namun setelah kupikir matang-matang, aku lebih memilih ke Putrajaya lagi daripada Petronas.

Jam 06.00, pintu gerbang MRT Masjid Jamek terbuka. Aku segera berlari kedalam dan membeli token MRT dengan tujuan KL Sentral. Saat masuk, pertama kali yang kucari adalah toilet :p . Mungkin karena agak mengantuk, aku salah naik MRT yang jalur sebaliknya. Untung saja aku sadar saat di stasiun pertama. Setelah itu aku ganti MRT ke arah sebaliknya, lewat MRT Masjid Jamek lagi -_- lalu MRT Pasar Seni lalu MRT KL Sentral. Semua pusat interchange transportasi ada di KL Sentral. Disana ada stasiun MRT, LRT, Komuter, Fast Train, bis, dan taksi. Februari lalu aku sudah mencoba naik Fast Train ke Putrajaya, jadi aku ingin mencoba naik bis biar lebih murah dan lama. Tapi karena malas mikir, akhirnya aku naik Fast Train lagi ke Putrajaya.

Ini adalah kali ketigaku naik Fast Train. Tapi tetap saja kereta ini membuatku ndeso dan tercengang oleh interior dan kecepatannya. Aku sampai di stasiun Putrajaya jam 7 pagi, dari sini aku oper bis Nadi Putra ke Putrajaya Sentral. Aku menelusuri kembali perjalananku hampir setahun yang lalu.

Taman Dataran Putra.
Aku turun di terminal yang sama dengan dulu. Suasana ini. Udara ini. Pemandangan ini. Tas ransel sebesar gajah ini. Setiap detail membuatku deja vu. Aku menyusuri taman yang sama. Beberapa berubah disana sini. Sepertinya Putrajaya saat ini lebih dikomersialkan, terlihat taman yang dulunya bersih dan indah kini dipenuhi meja dan kursi untuk makan dan sampah makanan terlihat berserakan. Lalu aku duduk di anak tangga yang sama saat beberapa bulan lalu. Bedanya kali ini aku menikmati pemandangan Putrajaya seorang diri tanpa partner backpacker-ku dulu: Asthy dan Adit. Bahkan suasana saat itu juga sama, pagi hari yang cerah. Aku melihat pemandangan yang sama, bendera Malaysia dan bendera propinsi yang berdiri di bundaran yang besar, belakangnya terlihat jembatan futuristik yang indah.

Duduk di anak tangga yang sama saat Februari lalu.
Tujuan utamaku adalah Masjid Putra. sayangnya Masjid itu baru buka pada pukul 9 pagi. aku harus menunggu lebih dari 1 jam untuk masuk ke tempat itu. Aku memilih berputar-putar disekitar Masjid. Lalu duduk di pedestrian melihat orang-orang beraktivitas. Ada sekumpulan ibu-ibu yang sedang senam. Ada segerombolan anak muda yang melakukan parkour sampai kejebur kolam. Ada turis yang juga melakukan hal sama sepertiku, menunggu Masjid Putra buka.

Pemandangan Dataran Putra.

Akhirnya jam 09.00 Masjid Putra buka. Hal pertama yang kulakukan adalah masuk ke tempat wudhu di underground, mengambil wudhu dan shalat Dhuha. Setelah shalat Dhuha, aku hampir saja menitikkan air mata. Permohonanku hampir setahun lalu dikabulkan oleh Allah yaitu shalat Dhuha lagi di Masjid Putra. Dan kurasa permohonanku kali itu dikabulkan dengan cepat. Dalam setahun, aku mengunjungi Masjid ini dua kali. Sepertinya masjid ini adalah tujuan wajibku di Kuala Lumpur.

Masjid Putra.
Lalu aku beranjak ke pelataran Masjid Putra. Pemandangan kota Putrajaya dari sudut ini masih saja membuatku tercengang. Terlihat sungai yang melingkari daerah sekitar masjid. Terdapat dua jembatan yang satu futuristik dan lainnya jembatan tua khas Malaysia. Lalu dari kejauhan terlihat bangunan yang tertata apik. di bawah Masjid terlihat pedestrian pinggir sungai yang cantik. Sayangnya foto-foto dari kamera DSLRku terhapus saat aku memindahkan datanya, jadi tak banyak foto yang bisa ku-sharingkan saat disini.

Sekitar jam 10.30 aku sudah naik bis untuk kembali ke stasiun Fast Train. Dari sini, aku naik Fast Train ke Salak Tinggi dan oper bis ke bandara LCCT. Well, lagi-lagi ini membuatku Deja Vu. Terdapat banyak kenangan di bandara ini. Teringat saat pertama kali keluar negeri, tanah yang kuinjak adalah bandara LCCT. bahkan aku bermalam di Mushala Bandara LCCT untuk menghemat pengeluaran! http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-1-prinsip-backpackermurah.html Bahkan cerita pulang lewat LCCT saat itu tak kalah seru dan menjadi kenangan seumur hidup yang takkan kulupa, seorang Bapak berkewarganegaraan Malaysia rela mengantarkan 3 Backpacker gila yang terlantar di jalan tol : Aku, Asthy, dan UcupS dari sekitar perbatasan Singapore sampai LCCT http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/akhir-klimaks-dari-perjalanan.html . Aku menunggu di ruang tunggu sambil mengingat semua kejadian traveling yang pernah kualami, mulai hal gila sampai hal mewah. Sepertinya jalan-jalan sudah menjadi candu bagiku. Candu akan pengalaman baru, bertemu dengan orang baru, kebudayaan baru, dan semua hal itu membuka tempurung yang kubangun sendiri sejak kecil. Guys, bumi Allah itu luas, jejakkan kaki di semua sudut dan temukan keajaiban-Nya. Aku masih ingin melihat keindahan bumi Allah di daerah lainnya. Semoga saja Allah mengijinkanku untuk menjelajahinya.

Aku melihat pasporku yang sudah di cap keluar dari Malaysia. Saatnya kembali ke negara tercinta, Indonesia. Kemanapun aku pergi, selalu ada tempat yang pada akhirnya aku akan kembali- Indonesia, bumi pertiwi.

Welcome to Indonesia. Negeri Tempe. Welcome to Jakarta. Ibukota Indonesia.

Read More

Kamis, 14 Maret 2013

Cerita Mudik (IV): Penang, Heritage Town

Selepas dari Ao Nang Krabi, aku melanjutkan perjalananku sendirian ke Penang, Malaysia (bacanya: Pinang Malaysia). Aku menuju kesana dengan naik van, oper dua kali. Van pertama Penang- Hat Yai ditempuh selama kurang lebih empat jam. Di Hat Yai diturunkan di kantor van. Setelah gelundang gelundung tak jelas selama sejam di kantor van, van ke Penang datang. Perjalanan Hat Yai ke Penang memakan waktu sekitar empat sampai lima jam. 

Sepanjang perjalanan aku hanya kelap kelop. Ketika sampai di perbatasan Thailand-Malaysia, penumpang van diminta turun dan membayar biaya administrasi 10 Baht/ 1 Ringgit. Petugas jaga di  Thailand mengecek pasporku agak lama. Maklum, banyak stempel tak jelas di pasporku: Visa Thailand 3 bulan dari Indonesia, visa Thailand 1 tahun, dan single entry. Lalu Bapaknya tanya apa aku tinggal di Pathum Thani? Ta iyain aja, lha aku emang sekolah di Thailand. Setelah itu memasuki wilayah Malaysia, hanya mengecek paspor dan barang bawaan. Ini adalah stempel dari Malaysia ke lima ku. Seneng bener yah ke Malaysia? gimana lagi pesawat termurah di dunia: Air Asia, pusatnya di Kuala Lumpur Malaysia. Mau gak mau pasti lewat ibukota Malaysia. Apalagi aku dapat tiket Kuala Lumpur- Jakarta seharga sekitar 250 ribu.

Van memasuki daerah Malaysia. Setelah aku membaca dari berbagai sumber, Penang dapat dituju melalui jembatan atau naik kapal, karena Penang seperti sebuah pulau yang terpisah dari daratan. Aku sudah was-was kalau van ini akan berhenti di pelabuhan karena aku tidak tahu naik apa setelah dari kapal. Untung saja van memutar jauh lewat jembatan dan van ini seperti taksi, mengantarkan sampai ke tujuan kita. Aku yang belum memiliki booking-an hostel, pasrah kepada Sang Ilahi. Apalagi handphone yang memakai kartu Thailand sudah tidak berfungsi lagi semenjak di perbatasan Thailand-Malaysia. Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Pasrah sudah mau dapat hostel mana, semoga aman.

Oya Penang itu nama propinsi, sedangkan George Town bagian dari Penang yang masuk dalam daftar UNESCO sebagai Heritage Town. Supir van menurunkan penumpang di Chaulia Street, pusat backpacker di George Town, Penang. Aku sebenarnya ikut turun, tapi saat lihat kanan kiri, mataku silau oleh lampu-lampu neon warna warni disepanjang jalan. Dan kuamati lagi itu bar yang campur hostel. Lalu aku naik van lagi. Bapak supirnya bingung, lha aku juga bingung mau turun mana. Sedangkan pasangan dari Canada (yang kuceritakan saat di Krabi http://elitachoice.blogspot.com/2013/03/cerita-mudik-iii-mencari-ketenangan-di.html ) turun di Love Lane. Jadi Bapak itu menyarankan aku juga turun di Love Lane. Lalu van melaju menuju Love Lane, saat ditengah jalan tiba-tiba aku melihat sebuah hostel. Entah kesambet malaikat apa, bis-bisanya aku dengan spontan bilang "Khun (Panggilan 'Pak' di Thailand), stop here!".

Hostel Old Penang Guesthouse: Dimana keajaiban itu ada.

Hostelnya terletak di gang Love Lane, namanya Old Penang Guesthouse. Arsitektur bagunan inilah yang membuatku berhenti mendadak, yaitu semacam rumah jaman dulu yang terbuat dari kayu. Susananya juga terlihat tenang,tidak ada bar didepannya. Lalu aku masuk kedalam hostel, yang jaga kebetulan mas-mas. "Ade kamar kosong?" tanyaku sok-sok Malaysia. Tapi aku bingung pas Mas-nya jawab dalam bahasa Malaysia. Haha..maklum beda pengucapan dan intonasi. Masnya menjelaskan kalau kamar yang tersisa hanya di mix dormitory (campur cewek-cowok). Aku sudah mau mendelik dan nelangsa. Tapi Masnya lanjut bilang kalau yang tinggal disana kebetulan perempuan semua. Tanpa pikir panjang aku langsung bilang "iya". Harga penginapannya (aku lupa) sekitar 24 Ringgit.

Masnya baik hati dan berbincang akrab denganku."Jarang-jarang nemu perempuan kayak adek ini, pakai kerudung," ujarnya. Aku sih cuma senyam senyum aja. Terus masnya nanya aku darimana kok bisa-bisanya nyasar di Penang. Lalu kuceritakan aku sekolah di Thailand dan sedang liburan."Kenapa tak mengaji disini saja?," tanyanya. Wah kalau mengaji Al Quran sih dimana aja, hihi... tapi aku tahu maksudnya, mengaji artinya sekolah. Ya kujawab saja, dapetnya itu. "Kamu kesini sama dia?Dia juga dari Indonesia," lalu menunjuk perempuan berkerudung yang sedang memakai komputer. Aku menggeleng dan segera mengambil handuk bersih dan kunci yang telah disiapkan oleh Masnya.

Cuma punya foto bareng saat disini (kiri: Mimin, kanan: Elita)

Aku berkenalan dengan perempuan berkerudung itu. "Hai namaku Elita. Mbaknya darimana?". "Aku dari Surabaya," jawabnya. Nah lo ini adalah suatu keajaiban alam. Kok bisa-bisanya ketemu perempuan dengan dandanan yang sama, dari daerah yang sama, sama-sama tidak saling mengenal di negeri asing tanpa jadwal terencana. Sungguh ini adalah hidayah dari Allah yang menuntunku ke tempat ini (sound background: lagu Insha Allah- Maher Zein). Dia mengenalkan dengan nama Mimin, tapi nama panjangnya Tutiek Dwi Minarti. Dia sedikit agak mirip denganku. Bedanya aku lebih tembem dan pesek -_- (jujur banget). Tapi dalam hal pendek dan imut, seimbanglah. Sampai-sampai kami berekspektasi siapa lebih muda. Ternyata mbaknya eh Mimin ini dokter muda dari UNAIR yang akan magang di rumah sakit. Dia menjelajah Vietnam- Kamboja- Thailand- Malaysia- Singpore selama 20 hari. Hebatnya dia menjelajah sendirian. Sialnya selama penjelajahan, kameranya rusak. Padahal menurutku, benda paling berharga bagi pelancong adalah kamera, setelah ID Card dan uang. Untung saja aku membawa kamera DSLR, setidaknya Mimin punya dokumentasi  saat di Penang.

Malam itu aku tinggal sekamar dengan Mimin dan dua turis perempuan lainnya. Hal pertama yang kulakukan adalah mandi dan langsung pergi menuju Jalan Chaulia, sekitar 5 menit jalan kaki.Tujuan utamaku adalah makan! Makanan berat terakhir yang kumakan adalah nasi yang dibelikan Nuril tadi pagi waktu di Krabi. Setelah tolah-toleh, aku tidak melihat kedai makanan. Apalagi saat itu sudah menunjukkan jam 11 malam dan aku sendirian. Kuputuskan untuk membeli mi gelas instant, rumput laut, dan teh botol di 7 eleven dekat hostel. Aku menyeduh mi di hostel sambil bersantai di sofa dan membaca buku Lonely Planet (sok-sokan). Rasa mi nya sih Tom Yam, sudah kubayangkan Tom Yam lezat khas Thailand yang asam pedas asin gurih. Ternyata Aseeeem,,, rasanya cuma asem doang >_< ga enak. Tapi mau gimana lagi, sudah kadung kelaparan. Makan seadanya saja.

Esoknya aku berpetualang di Penang bersama Mimin. Aslinya sih aku yang parasit, ngikut dia aja karena aku belum menyiapkan itenary untuk perjalan ini. Yahh bisa dibilang bonek (bondo nekad) traveling perjalanan kali itu, udah ga siap penginapan, ga siap destinasi wisata pula. Hari itu Mimin menunjukkan akan pergi ke Kek Lok Si, Penang Hill, dan Pantai (apa gitu). Aku menyarankan tak usah ke pantai, karena selama beberapa hari sebelumnya, kami sudah mulek(muter) di pantai mulai Phuket -Phi Phi Island- Krabi.

Pagi itu, aku melihat suasana di George Town dengan lebih jelas. Semua bangunanya adalah bangunan tua campuran kolonial dan Cina. Arsitektur seperti ini pernah kulihat di Chinatown Kuala Lumpur dan Singapore. Namun bedanya, disini satu kota ber-arsitektur seperti ini. Cantik. Mereka pintar memelihara warisan dari jaman lampau. Lebih luas lagi, Penang juga memiliki wisata alam berupa bukit dan pantai, juga hiruk pikuk kota dan bangunan menjulang.

Aku dan Mimin mencegat bis Rapid Penang yang membawa kami ke Kek Lok Si. Biaya untuk bis Rapid KL sekitar 1.5 RM- 3RM. Kek Lok Si adalah temple yang bernuansa Cina dan terletak di bukit. Dibutuhkan perjuangan dan kaki yang kuat untuk menuju tempat ini, masalahnya harus melewati jalan sempit berliku menanjak yang penuh dengan toko kecil untuk mencapai temple.

Kek Lok Si temple.
The Kek Lok Si Temple (simplified Chinese: 极乐寺; traditional Chinese: 極樂寺; Pe̍h-ōe-jī: Ki̍k-lo̍k-sī; Penang Hokkien for "Temple of Supreme Bliss" or "Temple of Sukhavati") is a Buddhist temple situated in Air Itam in Penang and is one of the best known temples on the island. It is the largest Buddhist temple in Southeast Asia. The temple is heavily commercialised with shops at every level and inside the main temple complexes. Mahayana Buddhism and traditional Chinese rituals blend into a harmonious whole, both in the temple architecture and artwork as well as in the daily activities of worshippers. (source: wikipedia)
Salah satu tempat sembahyang (difoto dari  atas pagoda).

Pagoda dengan arsitektur Cina, Thailand, dan Myanmar.

Diceritakan bahwa temple itu dibangun pada tahun 1890 oleh Emperor Guangxu sebagai representatif China di daerah Penang. Temple ini beraliran Budha Mahayana dan Theravada (jangan tanya aku gimana detail setiap aliran). Didalamnya memiliki 10000 patung Budha dan juga patung raksasa Dewi Kwan Yin yang berukuran sekitar 30 meter. Bangunan dari temple ini sendiri terdiri dari pagoda, rumah untuk biksu, dan beberapa tempat sembahyang. Sedangkan bangunan pagoda yang mengadopsi bentuk heksagonal dari China, tingkatan khas Thailand, dan atap khas Burma/ Myanmar.

Pohon pita permohonan (background:Mimin).

Lilin di dalam temple.

Salah banyak dari 10000 patung Buddha.

Bangunan di Kek Lok Si.

Aku dan Mimin menjelajah di setiap sudut Kek Lok Si. Kami berdua masuk ke setiap bangunan yang tidak terlarang, termasuk ke tempat sembahyangnya. Kulihat banyak patung-patung yang berada didalam sana, ada yang menakutkan yaitu patung setan yang menginjak manusia, ada pula yang unik yaitu ukiran naga di tiang bangunan. Kami juga menaiki pagoda sampai level tertinggi. Sumpah ngos-ngosan, dan gak  nyangka juga kalau tingkatnya ada banyak dan menjebak seperti itu. Di dalam setiap lantai ada patung yang berbeda-beda. Saat kami turun, ada pasangan turis kulit putih kakek-nenek sedang menaiki tangga pagoda. So Sweet and Cool. Bayangkan nenek kakek biasanya kan menikmati hari tua di kursi goyang sambil nonton TV. Tapi pasangan tua ini malah memilih menjelajah sampai Malaysia dan mendaki tangga di pagoda! Sumpah aku yang masih muda ini jadi malu merasa kecapekan setelah mendaki tadi.

naik kereta ke Patung Dewi Kuan Yin.

Foto dengan patung Dewi Kwan Yin.

Lalu kami mencoba naik kereta ke patung Dewi Kuan Yin. Ternyata patungnya memang besar, patung ini terbuat dari tembaga. Kami juga sok-sok an membeli pita permohonan yang biasa diikat di dalam temple dan menuliskan nama. Alih-alih menggantung pita di pohon, kami malah membawa pita permohonan itu sebagai souvenir :p.

Saat tengah hari, kami keluar dari Kek Lok Si temple dan mencari makan di pasar sekitar sana. "Biasanya kalau rame enak, nyoba yuk," ujar Mimin sambil nunjuk kedai laksa di pinggir jalan. Aku awalnya tidak yakin dengan kedai itu karena yang jual Cina, takutnya tidak halal. Tapi setelah dipastikan dengan penjualnya, laksa itu halal. Insting Mimin tidak salah, itu adalah laksa pertama dan enak yang pernah kucoba. Laksa Penang memang kuliner yang wajib dicoba. Laksa adalah mi yang diberi kuah ikan. Rasanya manis, asam, pedas, gurih, dan khas. Hmm nulis gini aja bikin aku ngiler, dan ingin mencoba laksa itu lagi. Huwaa... aku akan kembali! (entah kapan).

Laksa Penang.
Perjalanan dilanjutkan ke Bukit Bendera atau Penang Hill. Kami sebenarnya agak mikir-mikir karena biaya untuk naik kereta ke Penang Hill adalah 30 RM. Mahal untuk ukuran kantong mahasiswa. Tapi kami juga malas memakai alternatif jalan kaki ke tempat itu. Apalagi Mimin juga cerita kalau salah satu turis di kamar kami, jalan kaki ke Penang Hill dan esoknya kecapekan dan tidak pergi kemana-mana. Triing, aku teringat kejadian hampir setahun lalu di Muzium Kesenian Islam Kuala Lumpur ( http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-35-jelajah-jalan-kaki-kuala-lumpur.html ) bahwa mahasiswa mendapat potongan harga. Ternyata instingku benar,student: 15 RM. Yeyeyeye diskon 50%,lumayan. Inilah fungsi membawa KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) kemana-mana karena kartu ini bisa digunakan sebagai kartu pariwisata. Mimin yang saat itu tidak membawa KTM, kubilang temanku dan lupa membawa KTM. Mungkin karena tampang kami yang imut, mbaknya yang jaga loket percaya. Yuhuii,,, hemat 15 RM.


Kereta menanjak ke Penang Hill. Ini adalah menanjak dalam artinya sebenarnya yaitu menanjak yang ekstrim, bahkan kalau duduk di barisan terakhirpun bisa melihat penumpang di barisan depan saking curamnya tanjakan. Inilah salah satu daya tarik Penang Hill: kereta.

Pemandangan dari Penang Hill.

Saat sampai diatas, wisata yang dijual adalah pemandangan Penang dari titik tertinggi. Terlihat bangunan modern menjulang, kota tua yang cantik, jembatan, bahkan garis pantai pulau Penang. Sedangkan bangunan diatas Penang Hill so so alias biasa aja. Untungnya disini ada masjid, jadi bisa shalat dengan leluasa di masjid. Menjelang sore, kami kembali naik kereta dan menuruni Penang Hill.

Tujuan selanjutnya masih buram akhirnya kuajak Mimin untuk menemaniku membeli tiket bis ke Kuala Lumpur. Aku akan pergi ke Kuala Lumpur malam ini,sebenarnya Mimin juga namun dia terlanjur membeli tiket bis yang terminalnya jauh dari George Town. Jadi aku memutuskan membeli sendiri tiket bis di travel agent yang banyak ditemui di sekitar komtar (bangunan tertinggi di Penang). Mau ke komtar saja pakai acara nyasar-nyasar dulu. Akhirnya kami berpetualang jalan kaki hujan-hujanan. Hujan yang semakin deras membuat kami mencari tempat berlindung. Akhirnya kami melihat The Chocolate Boutique yang menjual coklat Beryl Malaysia yang terkenal.

Numpang toilet di The Chocolate Boutique.

The Chocolate Boutique benar-benar unik. Penjaganya ramah dan menyambut calon pembeli (gak beli juga ga masalah) dengan tour singkat. Ibu yang menyabut kami, mengajak ke berbagai deretan coklat: coklat biasa, dark coklat, white coklat, coklat kopi, coklat rasa buah (apel, anggur, melon, dll), coklat kacang, coklat mente, coklat kismis, coklat korma, dan coklat rasa lombok juga ada! Asiknya lagi kita bisa mencoba semua jenis tester coklat dengan gratis. Kubeli saja 1 box coklat yang paling murah (tapi tetap aja mahal) untuk percobaan dan oleh-oleh.

Setelah itu kami menjelajah George Town lagi, masuk ke pasar, jalan di pinggir trotoar,cari jalan tembus,dan akhirnya kami bisa sampai di komtar. Aku mebeli tiket bis paling malam ke Kuala Lumpur yaitu jam 00.00, hitung-hitung hemat penginapan. Harga tiketnya 40RM.

Saat itu jam menunjukkan pukul enam malam. Aku dan Mimin memilih mencoba bus CAT gratisan untuk keliling kota George Town. Naik di titik yang sama dan turun di titik yang sama. Lucunya di bis, ada mbak-mbak yang nanya ke Mimin pakai Bahasa Malaysia dan memakai kata"berpusing-pusing". Mimin menjawab dengan logat Indonesia. Eh ternyata yang nanya itu dari Jakarta. Kriiikk.

Masjid Kapitan Keling (foto dari CAT Bus).

Tipikal bangunan di George Town (foto dari dalam CAT Bus)

Gereja (foto dari dalam CAT Bus)

Salah satu gang di George Town.

Bangunan khas eropa di George Town (foto dari dalam CAT Bus)

Setelah puas naik bis gratisan, aku dan Mimin kembali ke hostel dengan berjalan kaki. Hitung-hitung sekalian cari makan. Akhirnya kami menemukan gerobak mi vegetarian. Ternyata lagi,yang jual mi itu dari Jawa Barat Indonesia. Masya Allah,,, ada-ada aja hidup ini.

Mimin naris (mumpung ada kamera)

Sebenarnya kami sudah check out dari hostel pagi ini dan menitipkan tas sebesar panda di hostel. Kami kembali kesana untuk mengambil tas. Niatku juga mau mandi diam-diam sih :p tapi masnya yang jaga bilang "Adek mandi dan istirahat dululah disini," ungkapnya saat tahu bis kami berangkat tengah malam.

Jalan kaki menyusuri George Town.

Aku dan Mimin berpisah malam itu. Dia berangkat lebih awal ke terminal karena letaknya jauh. Sedangkan aku bersantai di hostel sampai jam 10 malam dan menunggu terkantuk-kantuk di depan travel agent sampai jam 00.00. Belakangan, aku tahu kalau Mimin melanjutkan perjalanan ke Korea tak lama setelah trip panjang saat itu.

Bye-bye Penang. So many beautiful unexpected things there :)

Read More

Cerita Mudik (III): Mencari Ketenangan di Krabi

Kapal melaju dari Phi Phi Island ke Pelabuhan Krabi. Saat akan tertambat, aku sudah terpesona oleh daratan Krabi dari kejauhan. Batuan tebing tinggi menjulang bertumpuk-tumpuk terlihat dari lautan. Kami mendarat di pelabuhan Ao Nang Krabi. Ternyata dari pelabuhan ke tempat penginapan (yang ga tau dimana, belum ditentukan) harus menggunakan jasa taksi. Akhirnya Lodin tawar-tawaran setengah mati dengan Pak supir taksi. Pak supirnya menyarankan kami untuk tinggal di daerah wisata pantai Ao Nang. Setelah tawar-tawaran dengan alot dan menggunakan beribu rayuan termasuk ''saya muslim juga Pak, kasih murahlah'' dengan bahasa Melayu, akhirnya Pak Supir yang beragama Islam itu menyetujui harga 300 Baht dari awalnya 500 Baht.

Jalanan di Ao Nang, diambil dari dalam van.

Mbak-mbak yang jaga penginapan.

Hari menjelang petang, pemandangan daerah Ao Nang Krabi hanya diterangi cahaya sunset dari balik tebing-tebing. Sore itu aku jatuh cinta dengan perpaduan ketenangan di antara bukit-bukit dan pantai. Pak Supir juga menunjukkan dua masjid besar di Krabi. Suara adzan maghrib terdengar samar-samar. Alhamdulillah, memang kebanyakan daerah Thailand Selatan yang berdekatan dengan Malaysia itu, sebagian penduduknya muslim.

Penginapan bungalow :)

Cashew Nut Bungalow.

Kami yang belum menentukan tempat menginap, diturunkan Pak Supirnya di Cashew Nut Bungalow. Gadis berkerudung yang identik denganku dan Nuril menyambut kedatangan kami berlima (masih ingat kan kalau aku dan Nuril pergi dengan tiga orang Afghanistan: Lodin, Fahima, Palwasha). Semua kamar disana berbentuk bungalow alias seperti rumah-rumah yang terpisah. Suasananya seperti di pedesaan Indonesia, rumah berdiri di atas tanah (tanpa paving). Bahkan kulihat agak jauh disebelah Bungalowku terdapat kandang sapi lengkap dengan sapi coklatnya. Per orang membayar 300 Baht untuk satu rumah besar yang berisi beranda, dua kasur besar dan kecil, dan kamar mandi.

Lapangan gembala sapi.

Kucing cantik di depan bungalow ^^.

Setelah mandi pertama kali di hari itu, aku mengajak Nuril untuk berjalan-jalan di sekitar penginapan. Suasana malam di Ao Nang Krabi benar-benar ndeso. Kami berjalan ke arah jalan raya pinggir pantai. Dan tidak ada penerangan kalau bukan di jalan utama. Jadi aku dan Nuril berjalan di kegelapan sambil tolah-toleh waspada terhadap anjing besar. Kami lega saat berada di jalan raya karena ada penerangan lampu jalan di kanan kirinya.

Jalanan saat malam hari (model:Nuril).

Ao Nang Krabi itu kalau boleh kubilang, seperti Magetan/ Situbondo/ Kecamatan lainnya di Indonesia yang sunyi sepi kalau malam hari. Padahal saat itu jam menunjukkan pukul 8 malam, tetapi tidak ada kendaraan yang melintas di jalan raya. Seberang jalan raya sudah pantai dan gelap. Sedangkan sisi satunya deretan hotel dan bar yang sepi. Hanya beberapa turis terlihat bersantai di beberapa bar dan beberapa orang terdengar menyanyi. Tapi suara-suara itu sedikit menggema di kesunyian Ao Nang. Malam ini sangat berbeda jauh dengan malam sebelumnya di Phuket yang penuh hingar bingar dan hedonisme tingkat tinggi.

Aku dan Nuril membeli yoghurt di salah satu toko, lalu kami melanjutkan perjalanan menjelahi malam Ao Nang. "Kesana yuk," ujar Nuril sambil menunjuk ujung jalan yang tidak kelihatan, tapi disana seperti ada keramaian. Aku mengiyakan lalu berjalan santai di pinggir trotoar. Tak sampai jalan kaki 30 menit. Tiba-tiba diseberang jalan, hanya berjarak 10 meter terlihat gerombolan manusia horor. Tiba-tiba mereka berteriak dalam bahasa Thai yang kami ga tau artinya sambil nunjuk-nunjuk ke arah kami. Kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia sepertinya "Hey,kamu.Iya kamu. Berani kamu? Sini!,"sambil nunjuk ke arah kita. Kontan saja aku dan Nuril berlari. Setelah agak jauh, kita terengah engah. Maklum lari sambil nenteng kamera DSLR sekucing. "Ngapain ya kita lari?" tanyaku. Tapi dalam hati aku tahu jawabannya karena mereka menakutkan. "Tadi itu lho bencong," ujar Nuril. Jengg jengg (background suara film horor).

Kami berjalan ke arah penginapan sambil mencari tempat tenang untuk memakan yoghurt yang tadi dibeli. Kami memilih duduk cantik di salah satu bar yang telah tutup,namun kursinya berada di luar. Enak-enak makan yoghurt separuh jalan tiba-tiba "Guk Guk Guk". Suara anjing itu begitu dekat seperti disamping kita dan berasal dari dalam bar yang tutup. Aku pernah diajari untuk jalan tenang bila ada anjing. Tapi ternyata Nuril sudah lari jauh dariku. Akhirnya aku yang kelabakan mengikuti jejak Nuril. Lari pontang-panting.

Kami baru bisa istirahat setelah sampai di pelataran penginapan. Aku dan Nuril memutuskan memesan makanan di bungalow. Jadi yang punya penginapan ini kayak keluarga. Mereka yang menyewakan, menyediakan makanan, dan tour. Aku juga memesan tiket van untuk ke Penang Malaysia esok, seharga 600 Baht dan berhasil kutawar menjadi 500 Baht. Gara-gara aku nawar diluar harga, mbaknya jadi ngembaliin uang 100 Baht dari traveler cantik Canada yang membeli tiket van sebelumku. Dari awal aku dan Nuril udah lirik-lirik bule cakep didekat kita, tapi sama ceweknya ya bule cantik dari Canada itu. Kukira mereka pasangan muda. Eh pas kenalan sama ceweknya, dia bilang " I travelling with my boyfriend". Kriikk,,,, jauh-jauh dari Canada ke Thailand liburan sama cowoknya. Sesuatu tanda kutip.

Malam itu aku tidur rebutan selimut sama Nuril. Palwasha dan Fahima menyukai dingin, sedangkan aku dan Nuril kedinginan.Akhirnya AC kukecilkan menjadi 29' C yang awalnya 25'C. Pagi-pagi, aku dan Nuril yang belum mandi sudah nenteng kamera dan bersiap untuk joging di pantai depan penginapan. Sedangkan Fahima dan Palwasha masih tidur. Mereka semalam berjalan jauh sampai nemu seven eleven.

Nopharathara, model: aku.hihi.

Pantainya bernama Noparathara. Di kelilingi tebing di kirinya dan kanannya deretan cemara. Pantai serasa milik berdua,sunyi dan sepi. Hanya beberapa orang terlihat mondar-mandir untuk berolahraga. Kami menyusuri tepi pantai dan mencari objek untuk di foto. Berjalan kaki dari ujung kiri ke ujung kanan. Saat sampai di ujung kanan, aku melihat pemandangan yang luar biasa. Kulihat ujung dari sungai yang bertemu di laut. Aliran sungai itu dipagari oleh pinus dan dibawahnya pasir yang putih kekuningan. Sedangkan dari kejauhan terlihat tebing hijau tinggi yang mirip gunung. Beberapa orang beraktivitas di pertemuan sungai dan laut itu. Beberapa boat mengantar anak berangkat sekolah, ada orang yang memandikan mobil jeep, dan ada juga nelayan yang menambatkan perahu di pinggir. Sungguh, suatu hari aku ingin melihat tempat ini lagi.

Bagian kiri dari Nopharathara,Ao Nang, Krabi.

Pemandangan luar biasa di Ao Nang, Thailand.

Perahu tertambat di pinggir sungai.

Ujung sungai yang menuju lautan.

Sekitar jam sembilan pagi,aku kembali ke penginapan karena jam 11 siang vanku akan datang. Di tengah jalan, kami bertemu dengan ibu muda hamil yang menyetir sepeda motor. Melihat kami yang kerudungan, ibu cantik yang juga kerudungan itu mengajak kami berbahasa Melayu. Akhirnya Nuril diajak untuk membeli sarapan di pasar sebelah. Sedangkan aku mandi dan packing. Setengah jam kemudian, Nuril sudah membawa makanan lengkap dengan jajan pasar mirip seperti di Indonesia: klepon, klanting,roti kukus, dan lain-lain.

I love this landscape >_<
Sekitar jam 11 pagi, vanku sudah datang. Nuril, Lodin, Palwasha, dan Fahima akan kembali ke Bangkok sore ini. Mulai saat ini aku melanjutkan perjalananku ke Malaysia,sendirian. 

Watch up girl! Be ready for unexpected travel!! :D

Read More

Senin, 11 Maret 2013

Cerita Mudik (II): Eksotisme Phi Phi Island

Pernah nonton film The Beach yang dibintangi oleh Leonardo Di Caprio? Jika belum, berikut ini cuplikan filmnya https://www.youtube.com/watch?v=1EJ1T0cf-Wk . Pertama kali aku menonton film ini mungkin saat aku di bangku SMP atau SMA. Aku ternganga oleh keindahan pantai yang ada di dalam film. Airnya berwarna biru susu sampai hijau toska, pulaunya terpencil, dan dikelilingi tebing yang tinggi. Saat itu aku bergumam kapan aku bisa ke tempat seperti ini. Lalu aku melihat foto pantai yang mirip di The Beach yaitu di Pulau Sempu di Malang. Aku bertekad akan pergi ke Pulau Sempu, tapi niat itu belum terlaksana sampai sekarang. Belakangan aku tahu kalau latar belakang di film The Beach adalah Phi Phi Island Thailand. Aku belum memiliki kesempatan untuk mengunjungi Pulau Sempu,tapi diberi kesempatan untuk jalan-jalan ke Phi Phi Island :D

Tentu saja Phi Phi Island menjadi destinasi wajibku saat menjelajah Thailand Selatan. Aku memilih rute Phuket-Phi Phi Island-Krabi karena aku akan melanjutkan perjalanan ke Malaysia dan sepertinya Krabi merupakan destinasi yang worth to see. Kebanyakan agen travel menawarkan harga 1200 Baht untuk paket   Phuket-Phi Phi Island-Phuket, bahkan bisa ditawar sampai 1000 Baht. Sedangkan aku sendiri membayar 1500 Baht untuk Phuket-Phi Phi Island-Krabi. Kupikir-pikir tak apa-apa selisih sekitar 300 Baht, itung-itung  itu biaya naik bis Phuket ke Krabi, dan lebih menghemat waktu jika naik boat ke Krabi.

Tour Phi Phi Island

Kami dijemput oleh agen travel jam 7 pagi dan diantar ke pelabuhan Phuket. Disana sudah menanti cruise berwarna putih dan memiliki dua lantai. Kami memilih duduk di lantai teratas karena bisa melihat pemandangan dengan jelas. Saat cruise melaju, aku masih terbengong. Kok bisa ya aku berada di kapal mewah? Merasa hina menghabiskan uang untuk liburan mewah seperti ini. Apalagi saat kulihat ke sekeliling cruise, semuanya orang kulit putih atau Asia Selatan. Hina hina...lha aku tipikal perempuan yang biasa hidup pas-pasan disuguhi fasilitas eksklusif seperti ini. Lalu aku mikir, gak papalah sekali-sekali hidup mewah. Kapan lagi bisa liburan saat masih muda? Lagipula ini pengalaman berharga yang baru pertama kali kurasakan.

Cruise melaju di laut Andaman selama hampir dua jam. Angin laut semilir menyejukkan. Dimana-mana terlihat pasangan honeymoon. Aku dan Nuril cuma bisa menelan ludah. Tiba-tiba pasangan yang duduk di depan kita berciuman. Ngiiikk.... "Kesalahan ril aku berangkat jalan-jalan kesini sama kamu. Sakjane ini memang cocok buat bulan madu," sahutku. "Iyo, sedih," ujar Nuril.

Maya beach (photo taken by: Nuril)

Nampak dari kejauhan tebing hijau menjulang. Itu adalah salah satu pulau kecil di sekitar Phi Phi Island. Pantainya bernama Maya Beach tersembunyi di balik tebing, dan airnya berwarna hijau toska. Akhirnya pemandangan yang selama ini hanya kulihat di layar kaca bisa kulihat secara nyata.Cruise tertambat di Pelabuhan Phi Phi Island, lalu kami berganti ke cruise yang lebih kecil untuk snorkling.

Time to snorkling :)

Aku dan Nuril berganti baju renang dan mengambil peralatan snorkling. Lodin tinggal nyebur aja, maklum cowok. Sedangkan Fahima dan Palwasa memilih untuk tidak snorkling karena tidak memiliki peralatan renang, jadi aku serahkan kameraku ke mereka. Itu adalah pertama kali aku berenang di laut dan pertama kali mencoba snorkling. Bahkan peralatan snorkling dan life jacket ku dipasangkan oleh guide-nya. Dengan perasaan was-was bercampur penasaran aku mencelupkan diriku ke air laut dengan warna menggoda itu. Kedalamnya sekitar 20 meter >_< sebenarnya aku bisa berenang tapi airnya harus lebih rendah dari diriku sehingga aku bisa menjejakan kaki dan mengambil nafas. Sialnya disini aku tidak bisa menjejakkan kaki.

Selama berada di laut, aku cuma bisa ngambang-ngambang ga jelas. Bahkan kakiku tak bisa berada di air tapi ngambang ke permukaan karena aku memakai life jacket. Aku bahkan tak bisa berenang melawan arus yang tak begitu deras. Salah satu guide snorkling melihatku, dan Bapak itu menarik tanganku dan mengajariku snorkling.
Pesona Phi Phi Island
Bapak itulah yang mengarahkan tenaganya dengan berenang sambil menarikku. Separuh diriku sudah berada didalam air. Aku melihat coral berwarna warni di dasar laut, ikan bergelombol, dan banyak jenis ikan lain. Tiba-tiba aku merasakan air masuk ke mulutku, aku tidak bisa bernafas. Aku menggeliat-geliat. Bapak Guide itu paham dan menarikku ke permukaan air, lalu melepaskan peralatan bernafas snorklingku. Ternyata didalamnya terisi air laut. Memang snorkling menggunakan mulut untuk bernafas, dan udara mengalir melalui pipa pendek. Namun apabila menyelam agak dalam, pipa tersebut akan terisi air dan kita harus ke permukaan untuk membuang airnya.

Sepertinya hari itu, aku mem-plosoro (membuat repot) Bapak Guide, dikit-dikit peralatan snorklingku terisi air. Apalagi Bapaknya mengerahkan tenaganya berenang sambil menarikku dan melawan arus,aku sih ikut Bapknya aja. Bapak Guide itu mengajakku berkeliling di sekitar coral. Terkadang dia menyelam lebih dalam dan menyentuh ikan badut didasar laut. Sedangkan aku yang cemen, tak berani menyelam lebih jauh. Kalau Bapak Guidenya berada agak jauh aja, aku sudah panik setengah mati. Masalahnya aku tidak bisa melawan arus. Thank you Bapak Guide atas pengalaman snorkling dengan pemandangan bawah laut yang indah itu.

Pemandangan Phi Phi Island.

Aku hanya sanggup bersnorkling sekitar 20 menit dan kembali lagi ke boat. Saat itu aku mikir ogah lagi nyoba snorkling. Tapi sekarang kok pengen lagi ya :p seperti pedes sambel, kapok di awal lalu pengen lagi. Di pinggir boat, aku bertemu Nuril yang memakai ban pelampung. Ternyata dia hanya berenang disekitar boat dan tidak sampai berenang sampai ke tengah sepertiku. Untung aja tadi Bapak Guide lihat aku dan ngajarin snorkling. Aku dan Nuril menyudahi bersamaan berenang di lautan Andaman.

Sekumpulan ikan di pinggir pantai.
Lalu aku dan Nuril mencari tempat untuk mandi didalam boat dan ternyata tidak ada kamar mandi, sodara-sodara. Adanya hanya toilet dan ruang ganti. Aku melihat bak air tawar, ternyata semua orang bilas pakai itu. Cuaek, aku dan Nuril mengikuti mereka, membilas dengan air tawar. Yak itu adalah pertama kali saya 'mandi' di tempat terbuka. Lalu langsung berganti baju biasa di kamar mandi. Yup tanpa mandi dengan sabun. Setelah itu kami berjemur di atas boat sambil minum cola (alih-alih bir) seperti layaknya turis. Niatnya sih mengeringkan diri bukan menghitamkan diri.

Sekitar jam 12, boat kembali ke Phi Phi Island. Disini kami mendapat makan siang di restoran hotel Phi Phi Island. Saat aku bertanya ke salah satu stafnya, semua makanan disana halal dan no pork. Okehh...santap semua makanan yang ada:tom yam, ayam goreng, spageti, macam-macam sayur, dan empat menu lainnya. Apalagi makan disana itu bufet, jadi kalau lauknya habis diisi lagi. Entah aku sudah nambah berapa kali. Maklum faktor ekonomi mahasiswa perantauan, punya prinsip "Manfaatkanlah semua fasilitas yang ada dengan maksimal". Hitung-hitung tadi pagi cuma sarapan mi dan menyimpan makanan untuk makan malam.

Welcome to Phi Phi Island (model: Nuril)

Kami menyempatkan diri berjalan-jalan disekitar Phi Phi Island, bahkan menemukan masjid untuk shalat. Phi Phi Island memang eksotis. Tinggal disana seperti tinggal di 'paradise'. Bahkan di film The Beach sampai diceritakan bunuh membunuh demi memperebutkan tempat eksotis itu. Yakk saya sudah menemukan tempat yang potensial untuk bulan madu. hihi.

Kapal nelayan khas di Phi Phi Island.

 Kami bertolak dari Phi Phi Island jam 3 sore dengan naik boat ke Krabi. Disepanjang jalan, aku hanya tidur dengan nyenyak. Setelah dua jam, boat sampai di Ao Nang, Krabi.
Read More

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena