Lima menit setelah kita duduk di gerbong kereta api bisnis, pluit panjang berbunyi dan kereta melaju. Untung saja aku dan Fang bisa datang tepat waktu ditengah agak macetnya Surabaya. Udara panas dan kelembapan tinggi di dalam kereta bisnis tidak membuat Fang mengeluh. Dia tipe perempuan ceria dan selalu nerimo. Padahal kalau dibandingkan dengan Thailand, kereta sekelas bisnis ini bisa jadi kereta dengan tiket gratis. Apalagi kereta bisnis di Indonesia itu seperti pasar berjalan. Tiap berhenti di stasiun, pasti ada orang yang menjajakan makanannya. "Pecel...pecel..krupuk..krupuk..akua dingin..akua dingin..Mijon...Mijon," sahut pedagang. "What is pecel?" tanya Fang. "It is food. In the next stasion we will buy it," ujarku. Perutku juga keroncongan minta diisi. Akhirnya kubeli pecel 3ribuan di Madiun yang terkenal dengan 'Pecel Madiun'. Nasib-nasib, namanya juga pecel tiga ribuan jadi seadanya. Sayurnya dari daun tela, ikannya cuma peyek. Fang bisa maklum saat melihat makanan itu karena kubilang harganya hanya 10 Baht. Makanan nasi di Thailand rata-rata 30 Baht atau lebih.
|
Hi Jogja dan sekitarnya :D |
Sekitar jam 8 malam,aku dan Fang sampai di stasiun Tugu Jogja. Yeah welcome to the Kingdom of Ngayogyakarta. Dengan bagganya aku cerita ke Fang kalau Indonesia juga masih memiliki kerajaan,salah satunya di Jogja. Jogja adalah daerah dengan otonomi khusus yang dipimpin oleh raja dan masih terdapat istana raja. Kebudayaan yang kental masih terjaga di Jogjakarta. Inilah alasanku mebawa Fang ke Jogja.
|
Makan Gudeng di gang sempit. Kiri-kanan: Nyulio,Alif, Ucup, Fang,Lutfi, dan Rianda. |
Ucup dan kawan-kawan kantornya (Alif, Lutfi, Nyulio, dan Rianda) sudah menunggu dengan mobil sewaan di depan stasiun Tugu. Terima kasih telah memberiku dan Fang tumpangan :D. Kami langsung berwisata kuliner Nasi Gudeg terkenal (lupa namanya). Lapaknya cuma secuil tapi yang beli sampai meluber sekampung dan duduknya lesehan ala kadarnya. Indonesia banget :P . Porsinya juga tak tanggung-tanggung, nasi dan gudegnya buanyak, ikan ayamnya juga besar. Alhasil aku gagal menghabiskan makananku. Sama halnya dengan Fang, apalagi ternyata dia tidak suka makan sayur. Jadi yang dimakan hanya nasi dan ayam.
Malamnya Ucup, aku, dan Fang diantarkan ke hotel Seno yang telah di booking sebelumnya. Hotel ini biaya per kamar/malam nya 100 ribu, bisa diisi dua orang, dengan kamar mandi luar. Kamarnya Ok. Harganya Ok. Sarapannya Ok. Sayangnya toiletnya model lama, jadi kurang nyaman. Tempatnya juga jauh dari daerah wisata. Hal yang kusuka adalah suasana hotelnya, bangunanya tradisional dan tenang. Ada kejadian lucu disini, kebetulan Hotel Seno dekat dengan Masjid. Tahu sendiri kalau di Indonesia, adzan Shubuh biasanya dikeraskan lewat speaker. Berhubung Fang yang asli Thailand tak pernah tahu ini, dia tiba-tiba terkaget dan bangun. "Who is sing?" kagetnya. Lalu aku yang juga terbagun setengah tertawa dan menceritakan bahwa itu adalah adzan, panggilan shalat untuk muslim. Lalu dia tertidur kembali saat adzannya usai.
Pagi hari, kami sudah sarapan di kantin. Enaknya lagi harga hotel sudah termasuk sarapan untuk dua orang. Sarapan yang benar-benar sarapan, kita bisa memilih nasi goreng, roti selasi ukuran besar, mi goreng, atau omlet dengan ukuran besar. Aku tiba-tiba mengambil abon dari nasi goreng di piring Fang. Aku lupa kalau dia tidak boleh makan daging sapi. "What is it?"tanya Fang."Umm this is beef, I was forget to tell server," ujarku agak merasa bersalah.
Teman-teman Ucup yang tinggal di hotel lain, menyusul kami sekitar jam 9 pagi. Hari itu kami semua berencana pergi ke Borobudur, candi Budha terbesar di dunia. Sepanjang jalan hanya diisi candaan. Entah kata apa saja yang diajarkan mereka ke Fang. Pokonya aneh-aneh:dapuranmu, raimu, dll.
|
Full team ^_^ |
|
Biggest Budha Temple |
|
with Batik :) |
|
Another view, inside Borobodur. |
Saat sampai Borobudur."Wow so big," itulah kata pertama yang terucap oleh Fang. Tentu saja! balasku,candi Borobudur adalah tujuh keajaiban dunia. Aku tak pernah melihat candi sebesar Borobudur di Thailand bahkan Kamboja-rajanya candi. Angkor Wat memang memiliki areal yang besar seperti kota. Namun Borobudur adalah bangunan candi tunggal yang terbesar di dunia. Aku mengingat terakhir kali kemari adalah saat SMP bersama mamaku untuk reakreasi kantor. Alhamdulillah bisa menginjakkan kaki lagi di Borobudur. Candi ini masih mebuatku terkagum dengan arsitekturnya dan reliefnya yang detail. Apalagi pemandangan luar biasa perbukitan dan gunung Merapi terlihat dari puncak gunung. Aku juga menceritakan pada Fang jika candi ini lebih tua dari candi di Ayutthaya dan Angkor Wat dan sempat terkubur selama ratusan tahun dan akhirnya ditemukan oleh warga Inggris-SirRaffles.
|
Ini dari jamur juga. Yummy! |
Destinasi selanjutnya adalah wisata kuliner Jejamuran. Semua makanan terbuat dari jamur. Skala bintang 1 sampai 5, aku memberi nilai sempurna pada Jejamuran. Pasalnya semua makanan tersaji dengan lezatnya dan tak kusangka semuanya berbahan jamur. Misalnya sate, rendang, bakso, krengsengan, dan lainnya rasa lebih maknyus daripada bahan asli (daging) tapi sebenarnya itu dari jamur. Fang yang biasanya tidak suka makan sayur, kali itu makan dengan lahap di Jejamuran. Nah kali itu aku gantian menterjemahkan menu dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris. Biasanya dia menterjemahkan menu dari bahasa Thailand.
|
House of Raminten. |
Malamnya kita makan lagi di House of Raminten sekalian mencari nuansa mistik di restoran tersebut.Lampunya temaram dan terdapat bau-bauan dupa. Aku sudah beberapa kali mengunjungi tempat makan tersebut sudah akrab dengan menunya yang unik dan tak bisa ditebak. Pelayannya juga pakai kemben ala Jawa dan menyajikan menu yang dipesan. Untungnya minuman yang kupesan merupakan jus standar dengan beberapa campuran yang masih enak. Ada yang dapat mint di jus, hiyy. Parahnya lagi ada yang pesan jamu. Rasanya ga enak dan akhirnya digilir di kalangan laki-laki dan harus diminum sedikit-sedikit sampai habis. Tampang mereka seperti meminum racun saja.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Malioboro, pusat belanja barang murah dan ga penting. Aku juga sekalian mencari ATM CIMB karena kartuku ATM CIMB Thailand. Disinilah apesku, tiba-tiba kartu ATM ku tertelan mesin. Padahal itu satu-satunya ATM yang bisa kugunakan. Setelah berpucat pasi, untungnya ada satpam yang mau menolong, dia mengutak-atik mesin ATM nya dan kartuku bisa dikeluarkan. aku bernafas lega. Tips: jika karu anda tertelan ATM yang rusak, maka masukkan kartu yang seukuran ATM. Tapi jangan dimasukkan semuanya, masukkan setengahnya berkali-kali. Itulah yang dilakukan satpam untuk mengembalikan ATM ku yang tertelan.
|
Foto sama seta. Sayang blurr >..< sapa ini yg motoin? |
|
Foto dengan para pejuang. |
|
Sudut perempatan kota Jogja. |
|
Atraksi pantomim. |
|
Fang dan Si Mbak Pantomim |
Kami berjalan dibawah gerimis menuju daerah depan benteng Vredeburg. Disana digelar atraksi seni jalanan. Banyak terdapat patung-patung unik di dekat perempatan. Ada juga sekumpulan orang berdandan setan vampir, kuntilanak, dan pocong. Sedangkan yang lain berdandan ala pejuang 45 lengkap dengan sepeda ontel tuanya. Asiknya kita bisa berfoto-foto gratis dengan mereka. Lalu kami menyebrang ke jalan lainnya, disana ada pertunjukan pantomim dan disekitarnya terdapat (seperti mahasiswa) yang asik melukis pertunjukan pantomin. "Mbak mana anak saya? kembalikan anak saya!!!," teriak artis pantomim dengan mata mendelik dan merengkuh tangan Fang. Fang hanya melongo sambil meringis. Dia menggoyang-goyang lagi tubuh Fang sambil teriak berkali-kali "Suster kembalikan anak saya!!!". Kontan saja aku, Ucup, dan semuanya tertawa. Lalu Ucup bilang ke Mbak Pantomimnya "Mbak dia ini dari Thailand gak bisa Bahasa Indonesia.Pakai Bahasa Inggris," ucap Ucup. Si Mbak Pantonim diam sejenak seperti berpikir lalu dia melihat ekspresi Fang yang masih melongo. Si Mbak tersebut sepertinya menyerah dan pindah haluan ke penonton lain.
|
Tarian Papua. |
|
Tarian berpasangan. |
Disebelah atraksi pantomim, terdapat tari-tarian tradisional. Kami menyaksikan enam orang berlenggak-lenggok menari Papua lalu ganti menari tarian Nusa Tenggara atau Maluku, aku tak yakin. Atraksi jalanan yang manis mengakhiri keakraban di Jogja hari itu.