a choice that change my life

Rabu, 24 Oktober 2012

Antara AIT dan Thammasat

AIT (Asian Institute of Technology) merupakan kampus teknologi. Pemandangan sehari-hari hanyalah mahasiswa berseliweran menggunakan sepeda atau jalan kaki. Mahasiswanya berpenampilan biasa saja. Atasan kaos atau kemeja, bawahan celana pendek atau panjang, dan bersandal atau sepatu. Sedangkan mahasiswinya juga berpenampilan biasa saja. Mungkin hanya ditemui satu dua orang mahasiswi yang mengenakan make up, hotpants, rok mini, dan high heels.

Hal ini berkebalikan dengan kampus sebelahnya yaitu Thammasat University. Layaknya ITS dan UNAIR, AIT diandaikan dengan ITS dan Thammasat University diandaikan dengan UNAIR tapi ini versi Thailand. Thammasat merupakan universitas negeri, jadi mereka harus mengenakan seragam saat kuliah, yaitu atasan kemeja putih dan bawahan hitam (semacam kalau kita seminar TA). Tapi masalahnya model pakainnya bisa macem-macem apalagi yang cewek, wuih sangar.

Bukannya aku stalker atau gimana, aku tidak punya pilihan karena aku tinggal di asrama Thammasat saat awal kedatangan di Thailand. Model pakainnya bikin pusing. Bener atasnya kemeja putih lengan pendek, bawahannya rok. Roknya kadang wiru-wiru selutut (wajar), span diatas lutut ada belahannya pula =_=", atau malah ada yang di atas lutut modelnya wiru-wiru seperti hotpants tapi rok. OMG... Untung aja mbak-mbaknya semacam cewek Korea dengan kaki jenjang dan putih. Tapi kadang pusing juga kalau gendut, roknya pendek. Lha gimana, tiap hari nemu orang seperti itu.

"Orang sini dibedakan menjadi 5 kelompok. Pertama, laki-laki yang menjadi perempuan, pasangannya laki-laki. Dua, perempuan yang menjadi laki-laki, pasangannya perempuan. Tiga, laki-laki suka laki-laki tapi tetap menjadi laki-laki/perempuan suka perempuan tapi tetap menjadi perempuan. Empat, laki-laki jadi perempuan, pasangannya perempuan jadi laki-laki," terang Faishal, teman seperjuanganku dari ITS. "Tapi shal, temen-temenku anak Thailand semuanya normal,"sanggahku. "Itu yang kelima el, 20% dari total populasi," jawabnya. Aku cuma bisa melongo.

Tak lama kemudian kami menemui sepasang muda-mudi. "Itu lo lihaten yang laki-laki sebenarnya perempuan tapi tomboy, pasangannya yang perempuan pakai rok mini itu laki-laki karena kakinya seperti kakiku," celoteh Faishal. Mendadak aku pusing. Selang beberapa hari, aku melihat sesama perempuan suap-suapan dengan mesra. "Ril, opo-opoan iku?" ujarku pada Nuril, roomateku. "Laiyo, nek aku nyuapin kamu wes ta sodok ke mulutmu el," jawabnya bercanda. Hari lain, Nuril bercerita kalau dia satu lift dengan beberapa perempuan mahasiswa Universitas T. Mereka sedang bercanda, dan bercandanya sampai buka rok temannya. Kriikk... spechless.

Terkadang aku makan malam bersama teman-teman jurusanku ke pasar malam di Thammasat. Aku senang saja karena disana banyak jenis makanan dan teman-temanku biasa menunjukkan makanan yang bisa kumakan. Teman-teman di bidangku 70% adalah laki-laki merasa bahagia saat makan di Thammasat. Apalagi alasannya kalau bukan pemandangan mahasiswi cantik berok mini. Padahal kukira mereka sudah biasa melihat pemandangan seperti itu di Thailand. Mereka (para laki-laki) asyik bercanda sambil melihat-lihat makanan (atau mahasiswi ber rok mini). Saat kutanya "What are you looking for?". "I'm looking her shoes," jawabnya. Padahal lihat rok salah seorang perempuan yang benar-benar mini, paling cuma 20cm kainnya.

Esoknya, kami naik mobil menuju kantin Thammasat (lagi). Temanku menunjuk salah seorang mahasiswi Thammasat. Dia mengenakan rok sopan (dibawah lutut) dan membawa buku gambar besar dan tas ransel. Tipikal cewek cantik, sopan, dan rajin. "Woo.." ujar para laki-laki kagum. Ealahhh,,,,,ternyata sama aja. Mereka suka lihat perempuan berbaju mini, tapi kalau memilih pasangan hidup mereka memilih yang alim.

Lain waktu, salah seorang temanku yang Thailand (perempuan) menunjukkan salah seorang teman perempuannya di facebook pada temanku laki-laki yang masih single. Promosinya lho "She is a girl". What the hell! Mana ada perempuan cantik kayak gitu (foto di FB) memiliki probabilitas laki-laki.

"Aku sendiri tak bisa membedakan mana yang benar-benar laki-laki dan mana yang perempuan. Aku tidak peduli jika perempuan menjadi laki-laki. Tapi aku peduli jika laki-laki yang menjadi perempuan karena dia bisa sangat cantik dan seksi," cerita salah seorang teman laki-laki berkebangsaan Thailand.
Zaappp. "Can you guess I'm girl or boy?" candaku.

2 komentar:

  1. hahaha...Lucu banget El. Apalgi yang 20% normal, itu survey statistik nasional apa karangan Faishal? hehe..

    Kadang juga mikir, orng Thailand kan mayoritas Budha bukan? Knp mereka melegalkan transgender ya? Secara mereka juga masih punya adat ketimuran.

    BalasHapus
  2. Lha survey nya itu ga tau sumbernya dari mana mas. Tapi sejauh yang saya lihat (luarnya) orang2 sini kebanyakan masih normal.
    Kalau masalah transgender, aku juga ga tau :p . Tapi budaya disini masih ke Timur-an, perubahannya ga begitu ekstrim.

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena