a choice that change my life

Selasa, 30 Oktober 2012

Dua Kali, Gratisan ke Grand Palace dan Wat Arun

Sedih itu ketika kamu berada di tempat pariwisata tersohor di dunia namun kamu tidak dapat mengunjunginya. Hal itu kurasakan saat sebulan pertama di Thailand. Aku harus ngiler-ngiler melihat upload-an foto teman-teman yang melancong ke Thailand. Apalagi kalau foto itu di upload pas aku sedang mid exam. Cuma bisa meringis dalam hati, lha aku aja yang sebulan disini belum pernah jalan-jalan. Hari-hari yang menjenuhkan setelah mid exam terhapus oleh kegembiraan berjalan-jalan disekitar Bangkok. Tawaran ini datang dari temanku, Fang. Dia juga mengajak teman-teman lain dari Nepal, Pakistan, Filipina, Myanmar, dan Cambodia yang berasal dari jurusan lain. Aku (Indonesia), Fang (Thailand), First(Thailand), Phipi (Thailand), Nina (Filipina), Tooba (Pakistan), Mridula (Cina-Nepal), Anaanta (Nepal), Subath (Nepal), dan Sambath(Cambodia) bergabung menjadi satu grup jalan-jalan. Akhirnya teman-teman Thailand menjadi semacam pemandu untuk tujuan Grand Palace dan Wat Arun.

Kita berangkat dari AIT menuju Victory Monument di Bangkok dengan naik bis no.29, bayarnya 20 Baht untuk perjalanan sekitar 1,5 jam. Lalu dari Victory monument menuju Grand Palace dengan naik taxi, urunan sekitar 25 Baht. Rasanya senang sekali akhirnya bisa mengunjungi tempat pariwisata di Thailand. Start pertama bukanah di Grand Palace, namun di Wat Arun. Kita berjalan memutari Grand Palace, pasar ikan kering, dan naik boat menyebrang sungai Chao Phraya. Tiket naik boat hanya 3 Baht. Dari kejauhan sudah terlihat Wat Arun di seberang sungai. Gelombang sungai Chao Phraya lumayan besar tapi untung aja penyebrangan hanya memakan waktu 5 menit.
Wat Arun (bahasa Thai: วัดอรุณ, Candi Fajar) adalah candi Buddha (wat) yang terletak di distrik Bangkok Yai di Bangkok, Thailand, tepatnya di barat hulu sungai Chao Phraya. Nama panjang dari candi ini adalah Wat Arunratchawararam Ratchaworamahavihara (วัดอรุณราชวรารามราชวรมหาวิหาร). Wat Arun Rajwararam atau Temple of Dawn, diberi nama setelah Aruna, India God Dawn. Wat Arun dianggap salah satu yang paling terkenal dari banyak landmark di Thailand. Untuk turis asing, biaya masuk ke sini mulai dari THB 50 (per September 2010). (http://id.wikipedia.org/wiki/Wat_Arun)
Disini aku hanya berjalan berputar-putar dan mengambil foto. Sedangkan teman-temanku yang beragama Buddha berdoa dengan cara menyalakan dupa dan lilin. Tooba, temanku yang muslim juga iseng-iseng ikut menyalakan lilin. Aku sih ga berani meski hanya iseng. Arsitektur temple di sebelah Wat Arun didominasi warna emas dan patung-patung budha. Sedangkan Wat Arun sendiri adalah bangunan tua dengan ukiran dan lukisan di temboknya, warnanya didominasi abu-abu, lalu ada semburat merah, hijau, dan biru. Jika ingin masuk kesini harus mengenakan baju sopan yaitu bawahan panjang. Anaanta saat itu yang memakai hotpants dilarang masuk ke komplek, akhirnya kita memutuskan untuk tidak masuk ke komplek Wat Arun.
Lorong di temple Wat Arun
Naik boat di sungai Chao Phraya

Aku,Tooba, dan Fang

Patung emas




Burung disekitar Wat Arun

Mendung menggantung saat kita menyebrang sungai dengan boat. Kita berjalan dengan angin kencang menuju food court kaki lima yang terletak di samping Grand Palace. Saatnya makan siang. Sebenarnya di menunya tertulis babi, sedangkan aku memesan nasi goreng cumi. Aku sebisa-bisanya menghindari makanan Thailand yang terdapat menu haram. Tapi ya gimana lagi, sepertinya susah menemukan makanan tanpa menu babi. Aku menghindari daging haram dengan cara memesan seafood atau telur (tak ada pilihan lain).

Makan di kaki lima

Makan makan

Setelah hujan reda, kita melanjutkan jalan kaki ke Grand Palace. Suasana setelah hujan sangat nyaman bagiku, sejuk.
The Grand Palace (Thai: พระบรมมหาราชวัง, RTGS: Phra Borom Maha Ratcha Wang) is a complex of buildings at the heart of Bangkok, Thailand. The palace has been the official residence of the Kings of Siam (and later Thailand) since 1782. The king, his court and his royal government were based on the grounds of the palace until 1925. The present monarch, King Bhumibol Adulyadej (Rama IX), currently resides at Chitralada Palace, but the Grand Palace is still used for official events. Several royal ceremonies and state functions are held within the walls of the palace every year. (source: http://en.wikipedia.org/wiki/Grand_Palace)
 Tiket masuk ke Grand Palace untuk turis asing adalah 400 Baht (setara dengan Rp 120.000,-) sedangkan untuk warga negara Thailand adalah gratis. "Fang, gimana kalau aku menyamar jadi orang Thailand biar masuknya gratis :p ," kataku pada Fang. "Ide bagus," ujar Fang. Lalu dia mengajarkan kata-kata dalam bahasa Thailand yang artinya Aku orang Thailand. Maklum wajah orang Asia Tenggara mirip-mirip, apalagi di Thailand selatan didominasi muslim yang wajahnya semacam aku. Sedangkan wajah orang Asia tengah seperti Nepal dan Pakistan tak bisa menggunakan trik ini.

Fang dan aku di depan Gran Palace


Berita menggembirakan dipublikasikan oleh teman-teman Thailand setelah mereka bertanya pada counter tiket. Para pemegang kartu student di Thailand bisa masuk ke Grand Palace dengan gratis. Hip hip huraaay, aku bersorak gembira bisa menghemat 400 Baht. Maklum pada saat itu beasiswaku belum turun. Kami, warga negara asing mengantri di barisan bertuliskan "Thailand". Petugas memeriksa kartu student satu persatu. "Apa bahasa Thailand untuk terima kasih," tes bahasa Thailand dadakan oleh security Grand Palace. "Khaponkha," seru kami bersamaan.


Terbang :p

Monk

Grand Palace


Grand Palace merupakan istana kerajaan Thailand. Didalamnya berisi belasan wat/ temple, banyak tempat tertutup yang dikhususkan untuk raja. Beberapa acara resmi terkadang diadakan di Grand Palace. Bagunan khas Thailand berwarna emas yang dulu hanya kulihat di gambar buku pariwisata, kini berdiri dihadapanku. Beberapa bangunan bergaya arsitektur Eropa-Thailand. Herannya temanku yang Thailand ternyata belum pernah ke tempat ini. Parah -__-a



Bangunan Thai-Eropa

Nges krim di Victory Monument

Aku pergi ke Chiangmai selama lima hari senin-Jumat untuk field trip, tepat sehari setelah jalan-jalan ke Bangkok. Teman-teman Indonesia yang sebagian besar telah selesai mid exam mengajakku ke Bangkok (lagi) untuk pergi ke Grand Palace (lagi) pada hari Sabtu (tepat setelah field trip). Buset,,gempor. Tapi kuiyakan aja ajakan mereka kerena memang aku orang pertama yang pernah ke Grand Palace. Jumat malam sepulang dari field trip, aku pulang ke dorm N103. Tempat tinggalku sebelum field trip adalah TU Dome (semacam apartemen). Teman-teman mengusungi barangku ke dorm baru saat aku field trip. Otomatis malam itu, aku segera menata barang-barangku di dorm baru.

Esoknya berangkat ke Bangkok dengan charter van dan turun di Grand Palace. Aku menjadi guide dan mengajak mereka ke tempat yang sama seperti seminggu sebelumnya. Mukaku saat itu semacam pucet, lha gimana, diputer-puter selama 6 hari berturut-turut. Perbedaan jalan-jalan dengan orang mancanegara dan Indonesia:
1. Orang Indonesia sangat menampakkan kegembiraan (lonjak-lonjak gembira) saat mengetahui bahwa kartu student bisa digunakan untuk masuk gratis ke tempat wisata. Yah maklum, kita semua saat itu belum menerima beasiswa. Kita hanyalah mahasiswa pas-pasan yang menghemat uang hutang, sangu dari ITS. Mereka menamakan student card adalah kartu ajaib. Sedangkan aku bilang itu kartu paket wisata :p. Berbeda dengan temanku yang berbeda negara, mereka cume senyum standar saat tahu bisa masuk gratis.
2. Orang Indonesia (termasuk aku) suka sekali foto dan jalannya lelet gara-gara kebanyakan berhenti untuk foto. Apalagi yang di upload di facebook. Masya Allah, satu orang fotonya bisa hampir 100 dari berbagai kamera. Pantesan photos of me di facebook ku awalnya kurang dari 1000, sekarang menjadi lebih dari 1000. Kebanyakan foto dengan teman-temanku dari Indonesia. Beda sekali dengan temanku dengan negara lain, mereka malah tidak suka jika fotonya di upload apalagi di tag. Ternyata emang orang Indonesia itu narsis, termasuk aku sih (jujur banget).

Perempatan Grand Palace

Gedung Pertahanan

Zjahrah, roomateku dan aku di boat sungai Chao Phraya

Grup photo

Kenalan dengan bule dari Jepang

Pemandangan Chao Phraya dari puncak Wat Arun

Tangga di Wat Arun


Es Degan di kaki lima Grand Palace (25 Baht)

Kali ini aku bisa masuk ke Wat Arun dan mendaki sampai tangga tertinggi. Kebanyakan anak-anak tidak berani mendaki sampai puncak karena tangganya yang curam. Pemandangan yang terlihat dari puncak adalah sungai Chao Phraya yang dilatarbelakangi bangunan Grand Palace dan gedung di Bangkok. Setelah dari Wat Arun, kita lanjutkan ke Grand Palace. Aku mengulang jalur yang sama seperti minggu kemarin.

Grand Palace (Fitri-Elita-Zjahrah-Sani)

Di depan pintu masuk Grand Palace

Elita,Zjahrah


Turis lagi sibuk BBan (Fitri-Sani)

Pinjem kacamata :p

Foto sama Pak penjaga Grand Palace

Bangunan gaya Eropa




Tujuan akhir adalah KBRI, kami naik taksi dari Grand Palace. Ternyata kemacetan di Bngkok lumayan parah di beberapa titik. Kami ke KBRI untuk mengikuti acara perpisahan beberapa atase yang telah habis masa jabatannya. Padahal sebenarnya kami mencari masakan Indonesia gratis. Hohoho,,,kasian Pak mahasiswa belum dapat beasiswa :p. Sungguh menyenangkan bisa makan rawon malam itu bersama orang-orang Indonesia.
Wajah mahasiswa kelaparan di KBRI

Para penunggu masakan Indonesia.

3 komentar:

  1. Wihh Elita... Nang Bangkok mlaku-mlaku ae..
    nek nang TF ilang terus.. Hhaaa

    BalasHapus
  2. @sugih: ayo nyusul :D
    @sungging: mumpung disini ging study+bolang oriented,,, manfaatkan kartu pariwisata "student card"

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena