a choice that change my life

Selasa, 04 November 2014

Lost in Myanmar (10): Perjalanan Menuju Hati

Why you travelling alone? Don't you feel lonely? Yes I am but somehow I can find a journey to myself. I believed I will meet kind people, new culture, new place, and finally new perpective.

Perjalanan menuju hati dan pespektif baru, itulah yang kucari. Tak perlu keliling dunia untuk mencari tempat bagus,cukup Indonesia. Namun jika yang dicari adalah hal yang benar-benar baru maka packing lah ransel dan keluarlah dari Indonesia. Rhenald Kasali berkata jangan jadi katak dalam tempurung. Haus akan keingintahuan akan tempat diluar Indonesia tak dapat dipuaskan hanya dengan menonton TV atau melihat lewat internet. Berangkat! Jalani dan temukan perspektif baru bagi kalian.

"Elita iki senengane mlaku-mlaku nang negara gak jelas," ucap salah satu orang. Well yeah that's true. Aku telah mengelilingi negara 'ga jelas' itu seperti: Malaysia, Thailand, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Bukan apa-apa tapi karena negara yang dibilang ga jelas itu memang murah dan seakan aku ditakdirkan berangkat kesana mulai mudik jalur darat, laut, udara dari Bangkok ke Surabaya, perpanjangan visa ke Laos, dan salah beli tiket pesawat berakhir di Myanmar. Detinasi wisata indah memanglah suatu tempat yang ingin dilihat. Perjalanan menemukan diri sendiri adalah tujuannya.

Su Mon mengkhwatirkanku saat aku mendengar akan jalan-jalan sendirian di Yangon hari itu. Bahkan ibu Su Mon sempat akan mengajakku ke Golden Rock yang letaknya sekitar dua jam karena tak mau aku jalan-jalan sendirian. Aku menolak permohonan itu dengan halus. Jelas perjalanan ke Golden Rock harus menyewa mobil karena tranportasi umum kesana sangat susah. Ibu Su Mon juga cukup tua. Aku tak mau lebih merepotkan keluarga Su Mon. Aku meyakinkan Su Mon bahwa aku akan selamat meski jalan-jaln sendirian. Sebagai cadangan, aku meminta Su Mon menuliskan destinasi yang mungkin ingin kukunjungi hari itu yaitu: Pasar Bogyoke, Taman Maha Bandoola, Pinggiran Sungai dan Kebun Binatang. "Jangan beli apa-apa di pasar," Su Mon Latt mengingatkanku.

Bagian depan Pasar Bogyoke.

Plang pasar.

Tempat pertama yang kukunjungi adalah pasar Bogyoke. Pasar ini adalah pasar tradisional untuk membeli oleh-oleh khas Myanmar. Meski Su Mon mengingatkanku untuk tidak beli apa-apa tapi tetap saja aku tergoda untuk membeli longyi cantik yang berwarna-warni. Longyi dijual mulai harga sekitar 5000 kyat (sekitar Rp 50.000). Aku langsung memborong tiga: untukku, mbahku, dan temanku vika yang telah membantu mengerjakan thesisku. Lalu aku membeli kaos bertuliskan Myanmar seharga 2000 kyat. Sedari tadi aku diikuti laki-laki yang bisa bercakap Melayu dan menunjukkanku toko-toko di pasar Bongyoke. Aku berusaha menyingkir dari laki-laki itu apalagi saat kutahu dia juga bisa berbahasa Jepang dengan fasih.

Suasana khas pasar tradisional.

Penjual lukisan.

Toko kain, suasana mirip pasa klewer.

Berhasil keluar dari jeratan calo laki-laki tadi, aku ketemu dengan calo lain yang juga pandai bahasa Melayu. Ahh menyebalkan sekali orang-orang sperti ini. Dia mengajakku ke toko perhiasan, kuikuti saja daripada aku semkin dikuntit. Calo itu mengajakku ke toko perhiasan yang menjual jenis batu-batuan mahal speerti rubi, safir, dan lain-lain yang harganya tak sanggup kubeli. Lalu calo itu mengajakku ke tempat yang lebih murah dan memaksaku beli sesuatu. Ihh males banget, akhirnya kubeli gantungan gajah kecil dari pahatan marmer untuk tas kameraku. Akhirnya calo tadi tidak mengikutiku lagi. Aku bernafas lega dan bergegas ke pintu keluar pasar.

Pembuat tas.

Toko barang antik.
Aku beristirahat sebentar di kursi pintu keluar pasar Bongyoke. Bapak disebelahku berbicara dengan bahasa yang tidak asing lagi: bahasa Thai. Aih senangnya.. meski dia bukan orang Indonesia. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menyapa Bapak itu."Hello are you Thai?" tanyaku. "Yes I am, khun Thai mai?" kata Bapak itu."Mai chai, pu thai mai dai. I am from Indonesia and study in Thai,"jawabku. Akhirnya setelah bercakap-cakap, aku meminta Bapak itu untuk memfotokan diriku didepan pasar Bongyoke. Akhirnya aku punya foto juga hari itu.

Foto didepan pasar Bogyoke.

Aku keluar dari pasar dan ingin berjalan-jalan di dearah sekitar sana. Tiba-tiba mataku tertuju pada jualan di toko bagian depan pasar. Toko itu menjual batik Indonesia!Ya batik! Sungguh bangga menjadi orang Indonesia yang kain batiknya sudah diakui secara internasional. Sepertinya kain batik disini menjadi salah satu motif yang disukai masyarakat Myanmar untuk digunakan sebagai longyi. Pantesan waktu di Bagan aku melihat ibu-ibu memakai batik Indonesia ternyata produk itu sudah umum dijual disini. Apalagi harga batik Indonesia murah karena yang dijual disana kebanyakan batiknya seperti batik yang kugunakan sebagai selendang gendong saat kecil bukan batik tulis asli.

Batik Indonesia juga dijual di pasar Bogyoke Myanmar.

Toko di pinggir pasar.
Disekitar pasar Bongyoke terdapat beberapa mall. Aku sempat masuk kedalam tapi mallnya biasa saja dan tidak sebesar delta plaza hanya saja barang yang dijual branded. Pedagang kaki lima juga mudah ditemui di dekat pasar ini. Banyak juga kios telpon umum atau wartel berupa box kecil. Didepan deretan pasar Bogyoke terdapat pemukiman tua dengan apartemen tinggi menjulang. Inilah kepadatan kota metropolitan Yangon, dibalik bangunan indah pasti ada pemukiman padat.

Wartel di Myanmar.

Jalanan di Yangon.

Bangunan kosong.

Area pemukiman apartemen tua.

Ternyata disana ada masjid lagi! Ini masjid kedua yang kutemui di Yangon. Alhamdulillah Ya Allah... Saat itu belum masuk waktu dhuhur jadi aku memutuskan untuk mengelilingi pemukiman disekitar masjid itu. Kebanyakan orang sepertinya muslim yang kutemui berwajah India, kabarnya orang-orang ini adalah imigran dari Bangladesh. Aku mengelilingi daerah itu yang kebanyakan berisi bangunan apartemen tua. Aku memutuskan makan siang di restoran cepat saji berlabelkan halal di pintu masuknya. Oh ya di Myanmar tidak ada restoran cepat saji macam KFC atau Mc Donald dan juga tidak ada gerai retail waralaba seperti 7eleven. Jadi agak susah mencari makanan saat sendirian.

Masjid didepan pasar Bogyoke.

Pedagang kaki lima disekitar masjid.

Suasana kota Yangon.
Aku mendengar adzan dhuhur menggema di daerah ini. Rasanya ingin nangis saat mendengar kumandang adzan di negeri lain apalagi ini Myanmar yang minoritas muslim. Aku mencari sumber suara itu yang sepertinya dari banyak tempat. Lalu kulihat masjid lain yang menempati bangunan apartemen. Sayang aku tidak bisa menemukan pintu masuknya. Aneh. Kuputuskan untuk sholat di masjid depan pasar Bongyoke tadi. Pintu masuk masjid ini pun kecil dan tertutup oleh pedagang kaki lima.

Pintu masuk kedalam masjid.
Aku menuju tempat sholat untuk perempuan dan tidak bisa menemukan ruku. Aku jadi teringat wanita muslim yang kutemui tadi. kebanyakan dari mereka mengenakan jubah hitam panjang dan sepertinya muslimnya lebih mirip Pakistan gitu yaitu tidak membutuhkan ruku untuk shalat. Jadi aku wudhu dan memasang kaos kaki lalu sholat. Setelah itu aku berdiam disana sejenak dan berdzikir. Alhamdulillah Ya Allah, aku diperkenankan untuk menemukan rumah-Mu disini. Terlihat pedagang kali lima berjajar dari jendala laintai dua masjid ini. Lalu mataku tertuju pada rak di dekat jendela. Kutemukan Al-Quran. Aku membuka surat favoritku Yasin dan mulai mengaji.....Yaa sin wal quran nil hakim. Inna kala minal mursalin. Ala sirothkim mustakim. Tanzilal azizirrohim...

Bagian dalam masjid.

TEmpat wudhu laki-laki.

Quran di Myanmar.
Aku melanjutkan perjalanan ke Maha Bandoola (lagi). Aku cuma ingin bersantai di alun-alun ini layaknya masyarakat Burma. Aku duduk di rerumputan dan bersandar pada pohon. Lalu aku menggambar pemandangan didepanku dengan coretan yang jelek sekali. Lama tidak belajar menggambar membuat salah satu hobiku ini menjadi terlupakan.

Masjid yang bersebelahan dengan Sule Pagoda di dekat taman Maha Bandoola.

Nggambar ga jelas.

Banyak orang pacaran di taman.
Patung singa menghadap ke bekas penjara.
Tepian sungai adalah tempat selanjutnya yang ingin kutuju, kata Su Mon daerah itu ada didekat Maha Bandoola.Aku membayangkan daerah tersebut seperti tepian sungai Chao Phraya yang romantis. Aku menunjukkan tulisan Burma sebagai destinasi yang kutuju ke supir taksi. Saat taksi berhenti, aku menoleh kanan-kiri. Mana sungainya? Ternyata aku berada di kebun binatang. Asem ciak...aku tadi salah tunjuk tulisan.

Memberi makan rusa.
Yasudahlah kunikmati saja jalan-jalan sendirian disini. Kebun binatang ini lumayan besar dan hewannya juga bermacam-macam. Meski tidak banyak spot untuk foto, kebun binatang ini lebih baik dari bonbin Surabaya yang mengenaskan. Aku juga sempat makan mi mama rasa tomyam di depan kandang rusa. Kebun binatang adalah destinasi terakhir dan aku kembali ke apartemen Su Mon.

Si singa.

Ini hewan lucu.
Ibu Su Mon menyiapkan makan malam dan menanyakan kemana saja aku hari itu. Besok adalah hari terakhirku di Myanmar dan aku bilang kalau hanya akan jalan-jalan disekitar sini. "You going with me tommorow," ujar Ibu Su Mon. Beliau mengkhawatirkanku yang jalan-jalan sendirian karena baru saja melihat berita kalau muslim bentrok lagi dengan Budha.

Su Mon datang ke rumah dan memamerkan tato couple barunya padaku dan ibunya berupa gambar minnie mouse. "Don't show to me. That tatto used needle and can make me sick," ujar ibu Su Mon. Aku hanya tertawa saja, hubungan mereka seperti anjing dan kucing meski saling menyanyangi. Ibu Su Mon hanya tak ingin anaknya melakukan hal-hal buruk. Lalu Ibu Su Mon menanyakan padaku apa aku ingin memasang tato juga, aku jawab aku tidak ingin dan hal itu dilarang di agamaku."Good," ujarnya.

Su Mon membawakanku tiga pack thanaka instant dan memberikanku kain longyi asli dari koleksi pribadinya sebagai oleh-oleh. Ibu Su Mon juga memberikanku kain sutra India untuk ibuku. Astaga sungguh baik sekali keluarga ini. Tak ada yang kuharapkan lebih indah daripada kehangatan keluarga Su Mon di tanah Myanmar ini.

Cerita selanjutnya, Lost in Myanmar (11): Hang Out dengan Ibu Su Mon, http://elitachoice.blogspot.com/2014/11/lost-in-myanmar-11-hang-out-dengan-ibu.html

2 komentar:

  1. hallo Julian. Iya silakan tanya-tanya. Aku dulu dua kali mengunjungi Putrajaya.

    BalasHapus
  2. Bisa, naik saja bus dari terminal KL Sentral.

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena