a choice that change my life

Jumat, 21 November 2014

Stray Day in Hongkokng-Macau (1): Ajakan Sesat


Perjalanan ini dimulai gara-gara hasutan Dini akan tiket pesawat promo Air Asia Bangkok-Macau sekitar bulan Maret 2013. "Nggak lah Din, kayaknya bagusan Hongkong juga ya," tolakku karena tidak mau di cap gadis pembolang yang suka menghamburkan uang, apalagi saat itu aku baru saja dari Kamboja. "Kita emang ke Hongkong juga El , bisa naik kapal kesana kok," hasutnya. Really? Secepat itu aku berubah pikiran dan akhirnya mengikuti ajakan sesat Dini untuk membeli tiket pesawat Bangkok-Macau PP sekitar 3000 Baht (sekitar 1 juta rupiah). Plus orang Indonesia bebas visa ke dua negara ini: Macau dan Hongkong.

Perjalanan sesat itu dilakukan tanggal 1-4 September 2013. Dini juga berhasil menghasut Sani, Zjahra, dan Bang Asrul untuk ikut. Pemilihan tanggal yang 'baik' sekali, mengingat Dini dan Zjahra memang sudah lulus pada tanggal itu. Sedangkan aku, Sani, dan Bang Asrul masih harus kuliah. Untungnya saat itu advisorku sedang pulang kampung untuk merayakan Idul Fitri. Jadi aku bisa bernafas sedikit lega untuk tidak 'menghadap' pada tanggal itu.

Seperti biasanya, aku didapuk menjadi tur leader dadakan. Persoalan itenari, aku hanya berbekal pada aplikasi Trip Advisor dan tidak menyusunnya dengan matang. Hal yang paling penting adalah melakukan penghematan. Akhirnya kupilih penginapan yang paling murah di Hongkong dan tidak memesan penginapan saat di Macau. Aku juga berpesan kepada yang lain untuk membawa bekal makanan paling tidak 3 bungkus mi untuk tiap sarapan selama tiga hari.

Tanggal 1 September jam 7 pagi kami berlima sudah bersiap menuju bandara. Sedihnya lagi aku harus membayar sekitar 900 Baht untuk keluar dari Thailand demi memperpanjang visa yang hanya single entry. Pesawat lepas landas dari Don Muang Bangkok sekitar pukul 10:00 dan sampai di bandara Macau sekitar pukul 14:00 waktu Macau. Macau dan Bangkok memiliki perbedaan waktu lebih cepat dari satu jam.

Menunggu di bandara Don Mueang (credit: Sani).
Itu adalah kali pertama kami menginjakkan kaki di Macau. Tulisan pertama yang terlihat adalah "Aeroporto Internacional de Macau cacing cacing". Seperti orang desa yang baru pertama kali ke kota, kami foto-foto bandara dan di depan pesawat Thai Air Asia. Sampai akhirnya petugas bandara Macau mengusir kami. Parah. Foto tak berhenti disana saja, didalam bandara sebelum ke imigrasi pun kami menyempatkan foto dengan banner bertuliskan "Welcome to Macau". Paling kalau ada orang Indonesia lain mikirnya 'Ih dasar TKI baru, foto dimana-mana' lalu mereka macak bukan orang Indonesia.

Hello Macau.

Foto di parkiran pesawat (credit: Bang Asrul).

Setelah tersesat dan beretemu dengan beberapa orang Indonesia berwajah Tiongkok, dia menyarankan transportasi bis dan menukar uang kertas dengan receh. Kami menukarkan sedikit dollar hongkong ke uang receh Macau yaitu Pataca yang digunakan untuk menaiki bis. Tarif bis bervariatif tergantung dari jarak dan cara pembayarannya dengan menggunakan uang receh yang dimasukkan ke kotak disamping supir. Tujuan kami selanjutnya yaitu ke pelabuhan Macau dan menaiki kapal Feri ke Hongkong. Naik bis pun rempong dan harus tanya sana sini dimana letak pelabuhan. Alhasil pelabuhan terlewati sekitar 500 meter dan kami baru sadar setelah melihat peta.

Penampakan luar bandara Macau.

Tersesat saat itu tidak menjadi masalah karena kami masih bersemangat menenteng tas ransel sambil menikmati jalanan Macau. Macau merupakan daerah administrasi instimewa milik China. Macau merupakan pulau yang terletak 64 km dari barat laut Hongkong. Negara istimewa ini terkenal sebagai daerah dengan populasi terpadat yaitu 624.000 penduduk di area  31.3 km persegi (wikipedia banget). Awalnya Macau disewa oleh Portugis sebagai pusat perdagangan sejak tahun 1557 lalu diberikan kembali ke China pada tahun 1999. Tak heran bahasa Portugis merupakan bahasa utama setelah bahasa China Kanton. 50% pendapatan Macau dudapatkan dari wisata judi.

Pemandangan Macau dari dalam bis.

Jalanan ke pelabuhan Macau sepi di siang hari. Hanya ada kami berlima dan orang yang bisa dihitung dengan jari. Hal ini tidak sesuai dengan gelarnya sebagai daerah terpadat. Mungkin aku saat itu berada di daerah "gedung tinggi" dan bukan pemukiman. Kebanyakan gedung tinggi itu adalah tempat karaoke, hotel, dan tempat judi yang terlihat dari plangnya. Sepertinya daerah tersebut akan ramai pada malam hari.

Kesasar (credit: Dini).

Pedestrian Macau yang sepi.

Setelah berjalan sekitar 15 menit sembari foto-foto, akhirnya kami sampai di pelabuhan Macau dan membeli tiket ke Hongkong. Harga tiket ferry Macau-Hongkong adalah 161 Dollar Hongkong. Ternyata di Macau kita bisa membayar menggunakan Pataca atau dollar Hongkong dimana nilai tukarnya 1 Pataca=1 Dollar Hongkong. Sebelum menaiki ferry, kami harus ke imigrasi Macau sebagai tanda bukti telah keluar dari negara ini. Oh ya di Macau dan Hongkong tidak menggunakan cap paspor tapi menggunakan kertas kecil yang diselipkan di paspor. Setelah melewati imigrasi, kami harus cek in dan memasuki ruang tunggu layaknya di bandara.

Pintu gerbang pelabuhan (credit: Dini).

Tiket Macau-Hongkong (credit: Dini).

Itu adalah kali pertama aku menaiki kapal ferry cepat yang wah. Meski kelas ekonomi, aku bisa duduk dengan nyaman di ruangan ber AC sambil nonton TV. Goncangan hanya terasa saat ferry akan berangkat atau berlabuh. Selebihnya aku bisa tidur nyenyak meski kulihat gelombang menghantam kaca kapal. Jarak Macau-Hongkong 64 km ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam tanpa mabuk. Bandingkan dengan ferry tujuan Jepara-Karimun Jawa yang harus ditempuh selama 5 jam sambil mabuk padahal jaraknya hanya 86 km. Luar biasa! Ada harga, ada rupa.

Bagian dalam ferry cepat (credit: Dini).

Suasana di ferry cepat.

Then, welcome to Hongkong. Negeri ribuan TKI!

1 komentar:

  1. Mau ikutan sharing juga pengalaman travelling ke Macau

    https://ceritanggita.blogspot.co.id/2017/10/macau-di-bulan-maret.html

    Semoga bermanfaat ya :)

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena