a choice that change my life

Selasa, 04 November 2014

Lost in Myanmar (9): Highlight Yangon Bersama Aung

Aku punya teman sekelas dari Myanmar bernama Aung. Dia gencar melakukan promosi pariwisata Myanmar melalui grup facebook kelasku. Dia tipe orang yang ramah bahkan sempat memberikan nama Myanmar ke semua teman sekelas, aku diberi nama Eun Gyi (koyok korea-korea gitu) artinya bunga kuning di musim panas. Ternyata penamaan di Myanmar itu bergantung hari kelahiran karena lahirku hari Minggu maka awalan namaku E. Makanya banyak kutemui nama Myanmar dengan awalan Aung, Ee, Su, Yan, Oo, dan lain-lain. Sebenarnya aku kurang akrab dengan Aung karena dia fasih berbahasa Inggris. Well, saking fasihnya aku sampai ga paham. Haha memalukan. Dia senang ketika aku berkata akan mengunjungi Myanmar. Dia juga berjanji akan mengantarkanku jalan-jalan di Yangon.

Detak kota Yangon.
Bis jurusan Bagan Nyaung O - Yangon sampai di terminal Yangon sekitar jam tiga pagi. Lalu aku tertidur pulas di apartemen Su Mon sampai jam sepuluh pagi. Oh ya terdapat perbedaan waktu antara Yangon dan Bangkok/ Jakarta yaitu 30 menit lebih lambat. Perbedaan waktu yang nanggung.

Sejak awal aku datang ke kamar Su Mon,aku sudah terkesima dengan alat make upnya. Pokoknya semuanya lengkap ala profesional make up bahkan dia punya palet eye shadow besar yang berisi mungkin 100 warna. Dandanan Su Mon juga sangat wah dan cantik. "Su Mon teach me how to use make up," ujarku. Lalu Su Mon mengajarkanku bagaimana memakai make up.

Kelas Make Up dari Su Mon

1. Bersihkan wajah dengan cleanser.
2. Oleskan pelembab wajah.
3. Gunakan correction pen dibawah mata dan untuk menutup bekas noda.
4. Gunakan BB cream.
5. Gunakan bedak.
6. Gunakan pensil alis.
7. Gunakan eyeshadow dengan gradasi warna natural.
8. Gunakan eyeliner hitam.
9. Gunakan maskara dan menjepit bulu mata.
10. Gunakan pensil warna putih untuk dibawah mata. 
11. Gunakan blush on merah dan bedak bercahaya. 
12 Gunakan pensil lipstik untuk pinggir bibir.Lalu lipstik dan tint di tengah bibir.
Seem complicated, isn't it? hahaha,,,, dan Jadilah diriku yang di make over by Su Mon. Saat aku bilang aku selalu jelek kalau pakai make up sendiri, Su Mon berkata Practice makes perfect. Okay....Meski beberapa kali pakai make up tapi sampai sekarang make up ku masih boncel-boncel maklum lulusan teknik =D .

Hasil make up dari Su Mon.
Su Mon bertanya aku akan kemana hari itu karena dia akan berkencan di mall bersama Yan Naing. Jadi aku bilang kalau temanku Aung akan menemaniku hari itu dan aku memberikan nomer hp Aung ke Su Mon. Su Mon menelpon Aung dengan bahasa Burma "weees wooss weess". Su Mon berkata bahwa Aung akan menjemputku karena kebetulan rumahnya di dekat sana.

"Where you want to go?" ujar Aung saat aku bertemu dengannya di depan apartemen Su Mon. "Aku belum tahu yang jelas aku ingin melihat Shwedagon Pagoda yang menjadi ikon Myanmar," jawabku. "Ok, pertama kita akan ke daerah di sekitar kantor pemerintahan di Maha Bandoola," kata Aung. Aku yang tak tahu apa-apa setuju saja.

Sekedar informasi: Ibukota Myanmar awalnya adalah Yangon tapi semenjak tahun 2002 ibukota dipindahkan ke Nay Phi Taw. Namun Yangon tetap menjadi kota terbesar dan pusat bisnis.

Maha Bandoola

Tugu di Maha Bandoola.

Aung dan tugu.

Di dekat tugu.

Ternyata yang dimaksud kantor pemerintahan atau taman Maha Bandoola itu adalah alun-alun kota Yangon! Bentuk arsitektur alun-alunnya juga mirip dengan alun-alun di Indonesia. Terdapat tugu nasional di tengah alun-alun. Disekitarnya terdapat kantor pemerintahan, penjara, dan Sule Pagoda sebagai tempat beribadah. Alun-alun kota Yangon dipenuhi oleh penduduk yang bercengkrama. Pemandangan bekas penjara bergaya kolonial yang berwarna merah dan kuning terlihat indah. Kantor pemerintahan juga ditata apik dengan air mancur di depannya. Beberapa kantor bisnis terlihat gagah dan menandakan kalau Yangon masih kota terbesar di Myanmar meski bukan ibukota lagi. Ujung Sule Pagoda yang berwarna emas terlihat diantara gedung modern, menandakan bangunan khas tanah emas Myanmar. Bisa dibilang inilah jantung kota Yangon, detak hidup Myanmar berpusat disini.


Didepan kantor pemerintahan.
Aung dengan latar belakang Sule Pagoda.

Bersantai di pinggir alun-alun.

Bekas penjara.

Taman Maha Bandoola.
Aku dan Aung berjalan ke arah belakang bekas penjara. Aku bertanya ada apa disini? Aung menunjukkan kalau daerah tersebut memiliki arsitektur bangunan lama khas kolonial. Sepanjang jalan banyak ditemui penjual kaki lima yang menggelar lesehan dagangannya. Lalu aku membeli satu kilo jeruk mini dan kelengkeng untuk oleh-oleh di rumah Su Mon.

Anak-anak asyik bermain bola di jalan raya yang sepi.

Bangunan kolonial di dekat alun-alun.

Kami melanjutkan jalan kaki ke sisi lain alun-alun yaitu di daerah Sule Pagoda. Sule Pagoda berwarna emas dan bentuknya kerucut seperti tipikal stupa di Myanmar. Hal yang membedakannya adalah letaknya di tengah kota sehingga banyak dikunjungi. Beberapa orang memberi makan burung yang terdapat di pelataran Sule Pagoda.

Mataku tertuju ke kubah mirip masjid di dekat Sule Pagoda. Aku mengajak Aung mendekat ke bangunan itu dan Masha Allah itu memang masjid! Tak kusangka ada masjid ditengah kota yang mayoritas pemeluk agamnya adalah Budha. Aku berkata pada Aung untuk menungguku sebentar diluar masjid dan aku masuk ke masjid untuk menunaikan ibadah shalat Ashar. Di depan pintu masuk kutemui Bapak berwajah India yang menjaga masjid lalu aku tersenyum dan Bapak itu menunjuk arah lantai dua untuk perempuan. Masjid ini terhimpit diantara bagunan tua, pintu masuknya pun tersembunyi tapi ternyata didalamnya lumayan luas. Aku bergegas sholat karena kasihan Aung di luar jika aku berlama-lama disini.Setelah sholat, Aung mengajakku ke kedai teh dan makan bakpao.Penyajian teh di Myanmar cukup unik karena kita di beri satu set teh: ceret berisi air teh hangat tanpa gula dan beberapa gelas. Kita bisa menuang teh sesukanya tanpa biaya tambahan.

Masjid di dekat Maha Bandola.
Aung menceritakan bahwa Myanmar baru saja melakukan sistem demokrasi dan melakukan pembenahan di banyak hal. Lalu aku juga sempat menyinggung mengenai Aung Syu Kyi (bukan Aung temanku), perempuan turunan pahlawan nasional yang menjadi pencetus demokrasi Myanmar. Aku bahkan nge-fans dengan wanita ini semenjak melihat cerita dokumenter tentang dirinya di TV dan sempat foto dengan patungnya di museum Madame Tussaunds Bangkok.

Makan bakpao sambil diskusi dengan Aung.
Aung Syu Kyi berasal dari keluarga pejuang, kakeknya adalah pahlawan nasional. Orang tua nya ditugaskan sebagai diplomat di India lalu Aung Syu Kyi melanjutkan kuliah di Inggris dan menikah dengan orang Inggris. Meski hidup di luar negeri tapi Aung Syu Kyi tetap mencintai negaranya. Ini dibuktikan dengan kembalinya Aung Syu Kyi ke Myanmar untuk menghentikan pemerintahan diktator masa itu. Dia berkali-kali akan diancam dibunuh tapi dia berkata tak takut mati demi rakyat Myanmar. Dia juga diasingkan bahkan tak diperbolehkan untuk beretemu anaknya atau menghadiri pemakaman suaminya di Inggris. Ia bahkan mencalonkan diri sebagai kepala pemerintahan namun pemilu selalu di curangi sehingga Aung Syu Kyi tidak pernah menang. Perjuangan Aung Syu Kyi menggugah rakyat Myanmar dan membuka mata dunia internasional yang mengecam pemerintahan Myanmar.

Taman Kandawgyi

Destinasi berikutnya adalah taman Kandawgyi. Kita kesana dengan menggunakan angkutan umum mirip plek dengan kopaja Jakarta. Bayar murah, nyetir ugal-ugalan, naik dan turun juga horor. Taman Kandawgyi merupakan paru-paru hijau kota Yangon, berukuran sangat luas seperti taman Lumphini di Bangkok atau lima kali lebih luas dari kebun bibit Surabaya. Sedihnya wisatawan asing harus membayar tiket masuk ke taman Kandawgyi sebesar 2000 kyat (sekitar Rp 20000).

Kopaja ala Myanmar.

Jalanan kayu di taman Kadawgyi.

Hotel di dekat taman Kandawgyi.

Taman Kandawgyi sangat rindang, beberapa orang menghabiskan waktu sore hari untuk sekedar jalan sehat, jogging, dan tamasya disana. Di taman ini terdapat danau yang luas dan ditengah danau terdapat ikon taman yaitu bangunan mengapung mirip kapal dengan hiasan angsa naga. Diatas danau juga dibangun jalanan dari kayu. Anehnya Aung baru pertama kali mengunjungi taman itu. =_="

Aku di taman kandawgyi.

Foto dengan kapal emas.

Senja di taman Kandawgyi.

Shwedagon Pagoda

Malam hari, kami beranjak ke Shwedagon Pagoda. Inilah landmark kota Yangon, kebanggan negara Myanmar, dan tempat suci umat Budha. Pagoda terbesar se-Yangon. Masuk ke pagoda pun harus naik lift dulu dan membayar 8$ untuk turis asing. Setelah naik lift kita harus jalan kaki lagi. Mungkin Pagoda ini 'kabah' nya umat budha di negara ini. Pagoda ini sangat stunning dimalam hari karena pencahayaannya yang indah dan warna emas yang memantul.

Pintu masuk dan pembelian karcis ke pagoda Shwedagon.
Jalan masuk ke Shwezagon setelah naik lift.
Stunning!!

Arsitektur pagoda Shwedagon luar biasa karena terdiri dari ribuan kilo pelat emas murni. Bayangkan, pagoda ini tingginya 99 meter berdiri diatas bukit yang tingginya 50 meter. Bagian bawah stupa terdiri dari 8688 kilo emas batangan, bagian atasnya terdiri dari 13253 kilo emas batangan. Pagoda ini dihiasi dengan 5448 berlian, 2317 batu rubi, safir, dan lainnya. Ada 1065 bel emas dan di bagian puncaknya terdapat 76 karat berlian. Pantas saja temanku Thailand protes bahwa emas itu sebagian diambil dari Wat/ kuil di Thailand dan dipindahkan ke Shwedagon saat kerajaan Burma berhasil menaklukkan Siam di masa lampau. Berdasar informasi melalui wikipedia, terdapat replika Shwedagon Pagoda di Berastagi, Sumatra Utara. Wow..

Shwezagon Pagoda terbuat dari emas asli.

So tourist :p

Halo, saya sedang di Shwezagon.
Berdasar sejarah, pagoda ini telah dibangun dari 2600 tahun yang lalu dan mengalami banyak masa kerajaan dan perubahan sampai seperti saat ini. Ritual bagi pemeluk Budha biasanya akan mengintari stupa searah jarum jam. Lalu berdoa di kuil yang sesuai dengan hari kelahirannya. Jadi di bawah pagoda ini terdapat delapan kuil kecil yang menandakan jumlah hari (hari rabu dibagi menjadi dua bagian yaitu pagi dan malam hari).

Suasana Shwezagon.

Shwezagon ramai dikunjungi turis dan pemeluk Budha.
Hari kelahiran menjadi astrologi yang penting dan berpengaruh pada takdir menurut kepercayaan orang Burma. Makanya orang Burma pun menamai nama anaknya sesuai dengan hari dimana dia lahir. Setiap kuil kecil di Shwedagon memiliki "penjaga" hari kelahiran. Garuda untuk hari Minggu, Singa untuk hari Senin, Harimau untuk hari Selasa, Gajah bergading untuk Rabu pagi, Gajah tanpa gading untuk Rabu malam, tikus untuk hari Kamis, guinea pig untuk hari Jumat, dan naga untuk hari Sabtu. Untung aku lahir hari Minggu jadi ikonnya pas yaitu Garuda, lambang negara Indonesia. Garuda di dadaku... Yuhuu...

Foto di depan kuil hari Minggu.
Puas rasanya hari itu telah mengunjungi tempat ikonik Yangon mulai dari alun-alun, taman, dan Shwezagon. Bahkan aku juga menemukan masjid. Aung juga membayar uang makan dan transportasiku. Terima kasih Aung telah menunjukkan indahnya dan keramahan negara Myanmar.

Cerita selanjutnya, Lost in Myanmar (10): Perjalanan Menuju Hati, http://elitachoice.blogspot.com/2014/11/lost-in-myanmar-10-perjalanan-menuju.html

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena