a choice that change my life

Sabtu, 25 Oktober 2014

Lost in Myanmar (3): Menjadi Autis di Yangon

Kepadatan songthew ala Burma di Yangon.
"Autism is a neurodevelopmental disorder characterized by impaired social interaction, verbal and non-verbal communication, and by restricted and repetitive behavior."-wikipedia :p . Mungkin aku terkadang memiliki kecenderungan sedikit autis 'impaired social interaction' jelas aku bukan orang yang mudah berkomunikasi secara sosial, suka bicara, dan lebih memilih utak-atik game 2048 di tabletku, aku hanya akrab dengan lingkaran kecil sahabatku (sungguh introvert -_-). 'verbal and non-verbal communication' tahu sendiri aku memiliki disfungsi beberapa kata dan suka diam tanpa ekspresi  sambil mangap. Ke-autisan semakin bertambah parah saat di Yangon Myanmar.

Sarapan sudah tersedia lengkap di meja makan saat pagi hari. Aku yang nebeng ini cuma bisa mengucapkan terima kasih pada Su Mon dan ibunya. "What is this?" tanyaku, meski agak ga tau diri aku juga ga mau kalau itu babi. "Mutton" "lamb" "goat" beberapa kata diucapkan Su Mon sekaligus karena aku masih ga paham dan akhirnya  'oalah wedhus atau domba toh' gumamku dalam hati. Sarapan pagi merupakan paket lengkap:kare kambing, sayur asam, sambal ikan teri, sambal tomat, sayuran asin, dan daun teh hijau. Teh hijau? iya daun teh hijau yang dibentuk seperti asinan dan langsung dimakan. Rasanya aneh asin asin pahit gimana gitu.
Su Mon dan sarapan paket lengkap.
Aku jadi teringat kata Zjahra-teman sekamarku di kampus, dia pernah bilang kalau 'diracun' oleh temannya Myanmar dengan suguhan masakan khas yang super duper aneh misalnya teh pahit banget tanpa gula dan sup dari daun asem. Teman Indonesiaku juga mewanti-wanti agar aku tidak ter-racun saat di Myanmar. Tapi setelah kupikir-pikir makanan racun itu tidak hanya dari Myanmar, dari Pakistan juga ada makanan racun misalnya nasi goreng dengan lapisan yoghurt, pastel isi kare dengan saus yoghurt, dan sup kare jus kacang-kacangan. Rasanya? gitulah -_- tapi kalau diundang makan ya gimana lagi harus dihabiskan demi kesopanan. Mungkin teman-temanku dari negara lain juga merasa pernah kuracun dengan masakan Indonesia ku seperti soto, nasi kuning, rawon, dan rendang jadi impas.

Namun sarapan pagi itu di Yangon menurutku enak dan cocok dengan lidah Indonesia. "I not eat pork," ujar ibu Su Mon yang semakin meyakinkanku menghabiskan sambel teri. Su Mon mejelaskan kalau ibunya menganut aliran Budha yang tidak memakan daging babi dan sapi. Alhamdulillah terhindar babi, sedangkan soal gorok-gorok dagingnya gimana LillahitaAllah.

Hari itu Su Mon sudah memiliki janji dengan pacarnya. Dia bercerita bahwa hari itu adalah hari pertama dia bertemu pacarnya yang sebelumnya hanya berkenalan dan pacaran lewat facebook. Luar biasa, facebook girl. Tahu diri, aku tak akan mengikuti dia dan pacarnya kemanapun. Jadilah aku naik taksi dengannya, aku turun duluan di People Park dan dia melanjutkan perjalanannya ke mall.

Kubayangkan People Park adalah taman tengah kota dengan pemandangan indah. Ternyata People Park adalah arena bermain. Autis wes autis, pikirku. Pertama, aku di negeri antah berantah dengan bahasa yang tidak kumengerti kecuali salam 'Mingalabar'. Kedua, People Park adalah taman bermain dan aku disini sendirian. Ketiga, taman bermain ini nanggung banget, jangan bayangkan taman bermain megah layaknya Dufan atau ga jauh-jauh WBL (Wisata Bahari Lamongan), dua tempat wisata di Inonesia itu jauhhh --- Jauh lebih bagus.

Pintu masuk People Park. 
Mboh iku bacanya apa.
Aku melewati jalanan tanah dan tolah-toleh mencari penjual tiket masuk. Harga tiket masuk sekitar 1500 kyat. Sepertinya aku datang kepagian karena belum ada pengunjung disana, hanya ada pegawai People Park. Mereka memandangi aku yang datang sendirian. Hufft semakin autis wes, aku cuma bisa jalan kikuk melewati beberapa mesin ding dong. Selanjutnya kutemukan arena permainan yang berisi wahana uji nyali. Ternyata disana lumayan banyak anak-anak dan remaja yang mencoba wahana. Beberapa dari mereka menggunakan longyi dan thanaka. Longyi sudah kujelaskan di postingku: http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-2-kyat-longyi-setir.html. Sedangkan thanaka adalah bedak dingin yang menjadi ciri khas orang Burma, bedak dingin berwarna kuning cerah ini di'tolet' kan ke wajah. Kaum laki-laki juga memakai bedak ini, mereka menggunakan thanaka untuk aktivitas apapun bahkan saat bekerja dan bersekolah!

Foodcourt di People Park.
Aku yang menjadi autis hanya duduk di pojokan taman sambil jepret-jepret pemandangan disekitarku. Beberapa anak-anak asik bermain wahana sambil menjerit-jerit. Jalanan yang hanya tanah mirip taman dibelakang rumahku 15 tahun lalu. Taman bunga yang sengaja ditata. Tak ada yang kukenal. Tak ada perkataan yang kumengerti. Daripada semakin autis aku memilih mencoba salah satu permainan seperti kora-kora tapi berputar, setiap wahana membayar lagi sekitar 1000 kyat. Saat aku mencoba wahana sepeda motor kora-kora itu ternyata autisku masih belum hilang. Orang lain yang naik denganku semua berteriak gembira sedangkan aku masih memasang wajah ala grumpy cat. Wahana itu sama sekali tak menegangkan.
Wahana yang kucoba.
Wahana lain di People Park.
Aku menyempatkan diri makan di restoran, rasanya jangan tanya. Setelah itu kujelajahi bagian lain dari People Park yaitu kolam renang. Tak kusangka disana kutemukan keluarga yang sedang bertamasya dan perempuannya berkerudung. Alhamdulillah ada muslim disini, jeritku dalam hati. Aku memberikan senyum ke mereka dan mereka membalasnya. Setelah mereka berlalu, aku jadi autis lagi yaitu bermain ayunan sambil senyum-senyum. Sebenarnya aku adalah ratu ayunan, hahaha. Dulu waktu TK aku jago banget main ayunan sampai tinggi dengan gaya akrobat berdiri, duduk, dan nungging. Sampai sekarang-pun aku masih kecanduan main ayunan kalau sudah lihat benda itu. Aku berhenti bermain ayunan saat sadar telah dipelototin anak kecil ber thanaka di belakangku. Sorry kid...

Nasi briyani ala Burma untuk makan siang.
Perempuan muslim di Yangon. 
Keluarga muslim sedang tamasya.
Cukup sudah ke-autisanku hari itu. Aku memutuskan untuk keluar dari People Park dan menaiki taksi menuju Museum Yangon. Tak perlu menjelaskan tujuanku panjang lebar ke supir taksi karena Su Mon telah menuliskan tujuan wisataku berikutnya dalam bahasa cacing Burma beserta harga taksinya.

Ke autis an saat bertemu ayunan.
Cerita selanjutnya, Lost in Myanmar (4): Museum, Tempat Bagi Kesendirian, http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-4-museum-tempat-bagi.html

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena