a choice that change my life

Senin, 27 Oktober 2014

Lost in Myanmar (5): Ribuan Pagoda Merah, Putih, dan Emas di Bagan

Bagan adalah salah satu destinasi yang kuimpikan. Namun dulu aku sadar sangat tidak mungkin mengunjunginya karena Myanmar adalah negara yang tidak populer bahkan sesama komunitas ASEAN masih butuh VISA untuk masuk ke Myanmar saat itu (note: sekarang Myanmar menggratiskan VISA bagi sesama negara ASEAN). Ditambah reputasinya sebagai negara diktator dan pertikaian kaum muslim Rohingnya. Well,setelah bermacam pertimbangan (http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-1-gara-gara-salah-beli.html) akhirnya aku bisa melihat Bagan! Sebelumnya, kawasan Angkor Wat telah kunisbikan sebagai kawasan candi terindah sedunia tapi reputasi Angkor Wat tergeser saat aku melihat Bagan.

Tipikal pemandangan di Bagan dengan ribuan candi.

Pagi buta sekitar jam 3 pagi, bis telah sampai di terminal Bagan. Aku setengah mengucek mata dan merapatkan jaketku. Saat itu bulan Desember,suhu udara di Bagan yang terletak di utara-tengah Myanmar lebih dingin daripada Yangon. Bahkan aku bisa melihat kepulan asap dari nafasku. Perutku masih terasa kenyang karena ditengah perjalanan bis berhenti di rumah makan dan aku memesan semangkuk mi Shan dan teh tarik. Mi ala Burma ini seperti mihun tebal dengan kuah kari kacang-kacangan lalu diberi semacam tempe goreng kering kecil-kecil. Rasanya masih bisa diterima lidah Indonesia. Su Mon dan Yan Naing membayar uang makanku saat itu, mereka menolak untuk diganti.

Kami menaiki pick up dari terminal menuju hotel. Meski gelap, aku masih bisa melihat kilauan puncak pagoda yang tersebar dimana-mana. Su Mon telah mem-booking Sky Palace Hotel selama tiga hari dan cek in lebih awal. Aku dan Su Mon menempati ruang dengan kasur twin, fasilitasnya: kolam renang, sarapan, AC, air hangat, heater, TV kabel, teh, kulkas, dan teh.

Sky Palace Hotel Bagan.
Udara pagi hari sekitar jam 7 pagi masih dingin dan aku memilih untuk memakai syal. Sarapan di hotel ini juga istimewa karena berupa presmanan dan banyak macamnya sperti: nasi, mi,roti, tempura, ayam, telur, biskuit, pisang, semangka, melon, jely, susu, teh, jeruk, dan kopi. Rasa makanannya cocok dan enak, rasa mi nya seperti mi goreng Indonesia. Jadi, aku bisa bolak-balik 3 kali untuk ambil: makanan utama, makanan kedua, dessert,dan minuman (kemaruk).

Sarapan presmanan.
Aku, Su Mon, dan Yan Naing menyewa mobil untuk berkeliling Bagan. Pusat peradaban masa lampau itu sungguh eksotis. Tanah Bagan berwarna merah cenderung coklat, pepohonan tumbuh hijau dan jarang-jarang, dan ribuan pagoda berwarna putih, coklat, emas menyembul dimana-mana. Luar biasa! Breathaking landscape!! Kawasan Bagan ini juga terjaga seperti kawasan Angkor Wat di Siem Reap. Bedanya kawasan Bagan ini memiliki lebih banyak candi atau pagoda dan lebih luas dibanding kawasan Angkor Wat. Tak ada bangunan selain pagoda di lingkungan itu, hotel dan perumahan terletak di pinggir kawasan.

Berikut ini list pagoda yang kukunjungi selama setengah hari:

1. Lakhananda Pagoda
Pagoda yang berarti 'kesenangan dunia' ini terletak di pinggir sungai Ayeyawarddy. Warna emas mendominasi pagoda ini. Pemandangan indah sungai dapat disaksikan dari sini. Di dekat pagoda ini terdapat telaga.
Su Mon dan Yan Naing di piggiran sungai Ayeyawarddy.

Suasana sembahyang di Lakhananda Pagoda.

Danau di dekat pagoda.
Lakhananda Pagoda.

2. Dhammayazika Pagoda
Pagoda ini berwarna batah merah layaknya candi di Ayutthaya dan disusun ber-terasering seperti Borobudur.
Pintu masuk Dhammayazika.

Su Mon dan Yan Naing di Dhammayazika.

3. Nget Pyit Taung Zehdi dan Lemyethna Pagoda
Dua pagoda ini letaknya berdekatan. Nget Pyit memiliki warna putih dengan ujung emas. Sedangkan Lemyethna berwarna putih dengan ujung berwarna emas. Atapnya bersusun-susun seperti pagoda di Bali.

Nge Phyit Pagoda.

Aku.

Nge Phyit.

4. Shwezigon Pagoda
Menurutku, pagoda emas ini adalah salah satu pagoda yang paling banyak dikunjungi. Ukurannya lebih besar dan nampak baru. Aktivitas keagamaan juga ramai disini dan banyak biksu yang berkeliling. Jalan masuk dan keluar pagoda juga dipenuhi oleh penjual souvenir.

Shwezingon Pagoda.

Dasar Zhwezigon Pagoda.

Su Mon dan Yan Naing.

Su Mon dan toko souvenir.
Bukti pernah ke Bagan.

5. Myazedi Pagoda
Berwarna merah bata dan emas pada ujungnya. Pagoda ini berbentuk kotak dan dikatnya terdapat 'anak' pagoda yang sangat mirip dengan candi di Ayutthaya Thailand.

Mirip candi di Ayutthaya.

Myazedi Pagoda.

6. Hitominlo Pagoda
Berukuran besar dan berwarna coklat bata. Bisa jalan-jalan di dalam pagoda dan terdapat patung budha.

Pintu masuk Hitominlo.

Warna-warni dagangan.

Hitominlo Pagoda dari luar.

Well, maafkan kedangkalan saya saat menceritakan berbagai pagoda. Mohon dimaklumi karena trip ini kulakukan setahun lalu dan saat itu aku mengunjungi puluhan pagoda tanpa mencatat namanya yang sulit dilafalkan. Jadilah saat ini aku mencocokan hasil foto yang kuambil dengan gambar di internet. Sungguh pekerjaan yang lumayan mengingat semua pagoda memiliki warna hampir sama (ehh curhat).

Hal yang perlu diperhatikan saat mengunjungi pagoda adalah berpakaian sopan dan melepas alas kaki. Melihatku ribet lepas copot sepatu sandal, Su Mon membelikanku sandal jepit kayu di toko souvenir Shwezigon Pagoda. Pada awalnya aku sangat bersemangat mengunjungi dan memfoto pagoda untuk pertama kali. Setelah enam kali mengunjungi pagoda dalam rentang sekitar 5 jam aku akhirnya capek "Ealah watu maneh watu manehh.." ditambah debu dan panas di siang hari membuatku agak dongkol.

Peraturan di setiap pagoda.
Capek itu akhirnya terobati saat Su Mon dan Yan Naing mengajak makan siang. Menu makan adalah kare rendang kambing,sambel tomat, udang goreng, sambel teri, sayur asem, asinan teh hijau, lalapan, dan nasi hangat. Sungguh maknyus!!Aduh ngiler. Bahkan saat itu aku makan dua porsi nasi! "Makan,, makan,, ayam penyet," ujar Yan Naing-pacar Su Mon. Yan dalam bahasa melayu Naing merupakan orang Myanmar yang bekerja di Brunei Darusalam jadi dia tahu banyak tentang bahasa melayu, kuliner, dan budaya yang hampir mirip dengan Indonesia.

Ini uenaak.
"Kenapa kamu ingin mengunjungi Bagan padahal kamu muslim?" tanya Su Mon dan Yan Naing penasaran. "Karena aku melihat foto Bagan benar-benar indah. Lagipula para pendahuluku juga membangun pagoda seperti ini dan aku menyukai sejarah. Lagipula tidak ada larangan bagi muslim untuk jalan-jalan dan membuka wawasan," jawabku jujur. Aku sendiri heran kenapa aku sudah mengunjungi banyak candi? Mungkin karena di Indonesia jarang candi atau aku memang aji mumpung. Sekolahku di Thailand membuatku dengan mudah mengunjungi Kamboja dan Myanmar yang wisata sejarahnya berupa candi. Lalu, aku bertekad dalam hati untuk mengunjungi lebih banyak masjid dan mengenal sejarah Islam lebih jauh. Amiin..

Cerita selanjutnya, Lost in Myanmar (6): Mistis di Bagan , http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-6-mistis-di-bagan.html

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena