a choice that change my life

Sabtu, 25 Oktober 2014

Lost in Myanmar (4): Museum, Tempat Bagi Kesendirian


Museum adalah tempat favoritku untuk menghabiskan waktu luang setelah perpustakaan.Aku bisa betah berlama-lama di museum dengan menikmati setiap detail dan membaca setiap penjelasan. Rentetan bukti dan penjelasan menyusun suatu cerita di masa lampau bagaimana segala sesuatu dapat berjalan. Menurutku pergi beramai-ramai ke museum adalah useless. Tidak setiap orang menyukai segala bau hal kuno dan penjelasan panjang. Ujung-ujungnya malah foto narsis atau selfie dengan benda-benda di dalam museum.  Justru museum adalah tempat yang bagus untuk menyendiri dan berpikir. Pilihanku untuk mengunjungi National Museum Yangon adalah hal yang tepat saat aku berkeliling Yangon sendirian.

Posting sebelumnya: http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-3-menjadi-autis-di.html . Aku akhirnya menghentikan segala ke autisanku di People Park dan mencegat taksi ke National Musem Yangon. Taksi di Yangon menggunakan mobil sedan putih dan tak memiliki argometer. Jadi sistem pembayaran dilakukan dengan tawar menawar, untungnya Su Mon juga telah menuliskan harga taksi di notes ku untuk rute yang berbeda. Yang kuherankan, semua taksi mematikan sistem AC dan membuka jendela. Usust punya usut, katanya ini akan menghemat bahan bakar.

Pertanyaan di postingku pertama: Mengapa Myanmar menggunakan setir kanan dan bahu jalan kanan? Negara ini mengadopsi sistem jalan di sebelah kanan dan tak ada aturan yang pasti soal menggunakan setir kanan atau kiri, namun kebanyakan mobil didatangkan dari Thailand,Jepang, dan India yang notabene nya menggunakan setir kanan. Kupandangi isi di taksi yang membawaku ke museum ini dengan harga 2500 kyat, terpanalah aku dengan foto identitas yang di pasang di dashboard mobil. Bukan karena Pak supirnya ganteng tapi karena dia memakai thanaka untuk foto ID! Jadi ada tolet-tolet dua bundaran thanaka di pipinya. Oh men sepertinya thanaka sudah mendarah daging.

Tiket masuk National Museum Yangon adalah 5000 Kyat, student ga dapat diskon, sedih banget. Padahal kalau kugunakan kartu itu di Thailand, Malaysia, dan Indonesia menjadi kartu sakti pariwisata, kemana-mana diskon bahkan gratis. Aku dilarang membawa kamera masuk kedalam museum jadi ingatanku sedikit buram tentang apa isi museum karena trip ini kujalani hampir setahun lalu. Aku mencoba search di google dan wikipedia tapi tak menemukan penjelasan yang memuaskan tentang museum ini. Untung saja aku menemukan brosur National Museum Yangon setelah aku mebongkar 'barang-barang perjalanan'. Hobi mengumpulkan brosur, bill, tiket, postcard terkadang berguna juga untuk memanggil kembali ingatan saat jalan-jalan.
Gedung Museum National Yangon.
National Museum Yangon berdiri pada tahun 1952. Setelah melalui pemindahan tempat akhirnya museum ini resmi dibuka tahun 1996 di 66/74,Pyay Road, Yangon. Bangunan museum ini terdiri dari lima lantai. Lantai dasar berisi epigrafi dan kaligrafi. Disini dijelaskan awal mula huruf Myanmar dan dipajang prasasti yang ditulis 500 tahun SM. Setelah kuamati, huruf Thailand mirip dengan hanacaraka, huruf Kamboja seperti gambar abstrak, dan huruf Myanmar bulat-bulat. Sungguh pemikiran yang dangkal :p .

Bagian depan museum.
Highlight di museum ini berada pada lantai dasar yaitu Lion Throne show. Ini merupakan showroom yang ditata 'Burma' banget, aku langsung terkesima oleh ruangan yang dipenuhi oleh nuansa emas bercorak merah ini. Ditengahnya dipajang 'throne' semacam tempat untuk singasana kerajaan yang sangat wah. Throne ini berfungsi sebagai tempat raja saat mengumumkan informasi. Terdapat 9 jenis throne pada jaman kerajaan Myanmar. Sayangnya 8 jenis throne hancur saat perang dunia kedua dan hanya menyisakan 1 lion throne yang dipajang dimuseum nasional ini. Di ruang lain terdapat showroom lukisan,furnitur, dan pakaian dari jaman kerajaan Mandalay Myanansankyaw (susah banget nulisnya -_-).


Lantai pertama berisi berbagai macam benda kerjaan dari emas murni yang digunakan sebagai pajangan di throne. Lalu ada juga benda bersejarah seperti dolomit dan terakota bahkan fosil primata 40 juta tahun lalu. Di lantai kedua berisi tentang seni tradisional Myanmar mulai dari alat musik, wayang boneka,lukisan, sampai berbagai macam pakaian adat. Ternyata alat musiknya ya mirip-mirip gamelan di Indonesia. Lantai ketiga berisi tenatang galeri seni Myanmar seperti kain, perhiasan,ukiran,dan lukisan. Di lantai lima, aku sudah tak bertenanga karena telah mendaki semua tangga secara manual sampai lantai lima. Aku hanya mengujunginya sekilas,lantai tersebut berisi gambaran tentang budha.

Sekitar jam 3 sore aku naik taksi kembali ke apartemen Su Mon. Daripada aku sungkan di rumahnya dengan ibunya, kuputuskan untuk berjalan-jalan di sekitar apartemen. Di sepanjang jalan terlihat orang-orang memakai longyi. Terkadang yang laki-laki berbusa merah yang ternyata adalah sirih dengan cairan putih seperti odol. Menyirih untuk kaum laki-laki seperti candu rokok, mereka menyirih tanpa henti dan meludah dimanapun. Jarang sekali kutemukan kaum perempuan menyirih. Oh ya jalan didepan apartemen Su Mon yang awalnya kukira kuburan ternyata adalah pagoda dengan taman yang luas dan dipagari tembok beton.

Aku masuk ke mall mini  dan menuju supermarket. Disana kutemui makanan kemasan yang pertama kali kulihat. Sebagian barang ternyata diimpor dari Thailand. Jadi aku sangat bahagia ketika menemukan mi instant Thailand favoritku bermerk mama rasa Tom Yam, untungnya lagi mi instant disini terdapat label halal! Padahal di Thailand aja ga ada label halalnya.

Sesampai di rumah, Su Mon menceritakan semuanya oke saat ketemu pacarnya untuk pertama kali. Kami berkemas sore itu untuk pergi ke Bagan. Aku tertarik ke Myanmar hanya karena ingin melihat pemandangan di Bagan. Sekitar jam 6 sore, kami bertemu dengan Yan Naing-pacar Su Mon dan berangkat ke terminal Yangon dengan taksi.

Terminal Yangon sangat carut marut, ini membuat terminal Bungurasih Surabaya terasa surga bagiku. Bagaimana tidak, terminal ini didatangi puluhan bis dan ratusan penumpang. Namun tidak ada jalur baku dimana bis/penumpang keluar masuk, parkiran tidak beraturan,dan masih tanah tanpa plester. Su Mon telah membelikan tiket bis ekspress Yangon-Bagan beberapa minggu sebelumnya, harga per tiket sekitar 9000 kyat. Katanya bis ekspress lebih nyaman dibanding bis lain dan terdapat nomer tempat duduknya.

Bis ekspress Yangon-Bagan.
Su Mon duduk sebelahan dengan Yan Naing dan aku duduk sendiri didepannya. Lampu didalam bis mulai meredup dan bersiap berangkat. Tiba-tiba ada ibu-ibu datang dan duduk disebelahku. Saat aku menoleh. Astaghfirullah!!!Setan!!!! Muka ibu itu berwarna putih pucat dan hanya terlihat mata dan bibirnya di pencahayaan remang-remang. Lalu aku tersadar bahwa ibu di sebelahku menggunakan thanaka alias bedak dingin ke seluruh bagian wajahnya! Sumpah ciakk,,,, Tapi ternyata ibu itu baik loh, dia memberikan aku permen cap hiu dan aku balik memberinya choki-choki.

Hello Bagan!!! See ya...

Cerita selanjutnya, Lost in Myanmar (5): Ribuan Pagoda Merah, Putih,dan Emas , http://elitachoice.blogspot.com/2014/10/lost-in-myanmar-5-ribuan-pagoda-merah.html

1 komentar:

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena