a choice that change my life

Kamis, 14 Maret 2013

Cerita Mudik (IV): Penang, Heritage Town

Selepas dari Ao Nang Krabi, aku melanjutkan perjalananku sendirian ke Penang, Malaysia (bacanya: Pinang Malaysia). Aku menuju kesana dengan naik van, oper dua kali. Van pertama Penang- Hat Yai ditempuh selama kurang lebih empat jam. Di Hat Yai diturunkan di kantor van. Setelah gelundang gelundung tak jelas selama sejam di kantor van, van ke Penang datang. Perjalanan Hat Yai ke Penang memakan waktu sekitar empat sampai lima jam. 

Sepanjang perjalanan aku hanya kelap kelop. Ketika sampai di perbatasan Thailand-Malaysia, penumpang van diminta turun dan membayar biaya administrasi 10 Baht/ 1 Ringgit. Petugas jaga di  Thailand mengecek pasporku agak lama. Maklum, banyak stempel tak jelas di pasporku: Visa Thailand 3 bulan dari Indonesia, visa Thailand 1 tahun, dan single entry. Lalu Bapaknya tanya apa aku tinggal di Pathum Thani? Ta iyain aja, lha aku emang sekolah di Thailand. Setelah itu memasuki wilayah Malaysia, hanya mengecek paspor dan barang bawaan. Ini adalah stempel dari Malaysia ke lima ku. Seneng bener yah ke Malaysia? gimana lagi pesawat termurah di dunia: Air Asia, pusatnya di Kuala Lumpur Malaysia. Mau gak mau pasti lewat ibukota Malaysia. Apalagi aku dapat tiket Kuala Lumpur- Jakarta seharga sekitar 250 ribu.

Van memasuki daerah Malaysia. Setelah aku membaca dari berbagai sumber, Penang dapat dituju melalui jembatan atau naik kapal, karena Penang seperti sebuah pulau yang terpisah dari daratan. Aku sudah was-was kalau van ini akan berhenti di pelabuhan karena aku tidak tahu naik apa setelah dari kapal. Untung saja van memutar jauh lewat jembatan dan van ini seperti taksi, mengantarkan sampai ke tujuan kita. Aku yang belum memiliki booking-an hostel, pasrah kepada Sang Ilahi. Apalagi handphone yang memakai kartu Thailand sudah tidak berfungsi lagi semenjak di perbatasan Thailand-Malaysia. Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Pasrah sudah mau dapat hostel mana, semoga aman.

Oya Penang itu nama propinsi, sedangkan George Town bagian dari Penang yang masuk dalam daftar UNESCO sebagai Heritage Town. Supir van menurunkan penumpang di Chaulia Street, pusat backpacker di George Town, Penang. Aku sebenarnya ikut turun, tapi saat lihat kanan kiri, mataku silau oleh lampu-lampu neon warna warni disepanjang jalan. Dan kuamati lagi itu bar yang campur hostel. Lalu aku naik van lagi. Bapak supirnya bingung, lha aku juga bingung mau turun mana. Sedangkan pasangan dari Canada (yang kuceritakan saat di Krabi http://elitachoice.blogspot.com/2013/03/cerita-mudik-iii-mencari-ketenangan-di.html ) turun di Love Lane. Jadi Bapak itu menyarankan aku juga turun di Love Lane. Lalu van melaju menuju Love Lane, saat ditengah jalan tiba-tiba aku melihat sebuah hostel. Entah kesambet malaikat apa, bis-bisanya aku dengan spontan bilang "Khun (Panggilan 'Pak' di Thailand), stop here!".

Hostel Old Penang Guesthouse: Dimana keajaiban itu ada.

Hostelnya terletak di gang Love Lane, namanya Old Penang Guesthouse. Arsitektur bagunan inilah yang membuatku berhenti mendadak, yaitu semacam rumah jaman dulu yang terbuat dari kayu. Susananya juga terlihat tenang,tidak ada bar didepannya. Lalu aku masuk kedalam hostel, yang jaga kebetulan mas-mas. "Ade kamar kosong?" tanyaku sok-sok Malaysia. Tapi aku bingung pas Mas-nya jawab dalam bahasa Malaysia. Haha..maklum beda pengucapan dan intonasi. Masnya menjelaskan kalau kamar yang tersisa hanya di mix dormitory (campur cewek-cowok). Aku sudah mau mendelik dan nelangsa. Tapi Masnya lanjut bilang kalau yang tinggal disana kebetulan perempuan semua. Tanpa pikir panjang aku langsung bilang "iya". Harga penginapannya (aku lupa) sekitar 24 Ringgit.

Masnya baik hati dan berbincang akrab denganku."Jarang-jarang nemu perempuan kayak adek ini, pakai kerudung," ujarnya. Aku sih cuma senyam senyum aja. Terus masnya nanya aku darimana kok bisa-bisanya nyasar di Penang. Lalu kuceritakan aku sekolah di Thailand dan sedang liburan."Kenapa tak mengaji disini saja?," tanyanya. Wah kalau mengaji Al Quran sih dimana aja, hihi... tapi aku tahu maksudnya, mengaji artinya sekolah. Ya kujawab saja, dapetnya itu. "Kamu kesini sama dia?Dia juga dari Indonesia," lalu menunjuk perempuan berkerudung yang sedang memakai komputer. Aku menggeleng dan segera mengambil handuk bersih dan kunci yang telah disiapkan oleh Masnya.

Cuma punya foto bareng saat disini (kiri: Mimin, kanan: Elita)

Aku berkenalan dengan perempuan berkerudung itu. "Hai namaku Elita. Mbaknya darimana?". "Aku dari Surabaya," jawabnya. Nah lo ini adalah suatu keajaiban alam. Kok bisa-bisanya ketemu perempuan dengan dandanan yang sama, dari daerah yang sama, sama-sama tidak saling mengenal di negeri asing tanpa jadwal terencana. Sungguh ini adalah hidayah dari Allah yang menuntunku ke tempat ini (sound background: lagu Insha Allah- Maher Zein). Dia mengenalkan dengan nama Mimin, tapi nama panjangnya Tutiek Dwi Minarti. Dia sedikit agak mirip denganku. Bedanya aku lebih tembem dan pesek -_- (jujur banget). Tapi dalam hal pendek dan imut, seimbanglah. Sampai-sampai kami berekspektasi siapa lebih muda. Ternyata mbaknya eh Mimin ini dokter muda dari UNAIR yang akan magang di rumah sakit. Dia menjelajah Vietnam- Kamboja- Thailand- Malaysia- Singpore selama 20 hari. Hebatnya dia menjelajah sendirian. Sialnya selama penjelajahan, kameranya rusak. Padahal menurutku, benda paling berharga bagi pelancong adalah kamera, setelah ID Card dan uang. Untung saja aku membawa kamera DSLR, setidaknya Mimin punya dokumentasi  saat di Penang.

Malam itu aku tinggal sekamar dengan Mimin dan dua turis perempuan lainnya. Hal pertama yang kulakukan adalah mandi dan langsung pergi menuju Jalan Chaulia, sekitar 5 menit jalan kaki.Tujuan utamaku adalah makan! Makanan berat terakhir yang kumakan adalah nasi yang dibelikan Nuril tadi pagi waktu di Krabi. Setelah tolah-toleh, aku tidak melihat kedai makanan. Apalagi saat itu sudah menunjukkan jam 11 malam dan aku sendirian. Kuputuskan untuk membeli mi gelas instant, rumput laut, dan teh botol di 7 eleven dekat hostel. Aku menyeduh mi di hostel sambil bersantai di sofa dan membaca buku Lonely Planet (sok-sokan). Rasa mi nya sih Tom Yam, sudah kubayangkan Tom Yam lezat khas Thailand yang asam pedas asin gurih. Ternyata Aseeeem,,, rasanya cuma asem doang >_< ga enak. Tapi mau gimana lagi, sudah kadung kelaparan. Makan seadanya saja.

Esoknya aku berpetualang di Penang bersama Mimin. Aslinya sih aku yang parasit, ngikut dia aja karena aku belum menyiapkan itenary untuk perjalan ini. Yahh bisa dibilang bonek (bondo nekad) traveling perjalanan kali itu, udah ga siap penginapan, ga siap destinasi wisata pula. Hari itu Mimin menunjukkan akan pergi ke Kek Lok Si, Penang Hill, dan Pantai (apa gitu). Aku menyarankan tak usah ke pantai, karena selama beberapa hari sebelumnya, kami sudah mulek(muter) di pantai mulai Phuket -Phi Phi Island- Krabi.

Pagi itu, aku melihat suasana di George Town dengan lebih jelas. Semua bangunanya adalah bangunan tua campuran kolonial dan Cina. Arsitektur seperti ini pernah kulihat di Chinatown Kuala Lumpur dan Singapore. Namun bedanya, disini satu kota ber-arsitektur seperti ini. Cantik. Mereka pintar memelihara warisan dari jaman lampau. Lebih luas lagi, Penang juga memiliki wisata alam berupa bukit dan pantai, juga hiruk pikuk kota dan bangunan menjulang.

Aku dan Mimin mencegat bis Rapid Penang yang membawa kami ke Kek Lok Si. Biaya untuk bis Rapid KL sekitar 1.5 RM- 3RM. Kek Lok Si adalah temple yang bernuansa Cina dan terletak di bukit. Dibutuhkan perjuangan dan kaki yang kuat untuk menuju tempat ini, masalahnya harus melewati jalan sempit berliku menanjak yang penuh dengan toko kecil untuk mencapai temple.

Kek Lok Si temple.
The Kek Lok Si Temple (simplified Chinese: 极乐寺; traditional Chinese: 極樂寺; Pe̍h-ōe-jī: Ki̍k-lo̍k-sī; Penang Hokkien for "Temple of Supreme Bliss" or "Temple of Sukhavati") is a Buddhist temple situated in Air Itam in Penang and is one of the best known temples on the island. It is the largest Buddhist temple in Southeast Asia. The temple is heavily commercialised with shops at every level and inside the main temple complexes. Mahayana Buddhism and traditional Chinese rituals blend into a harmonious whole, both in the temple architecture and artwork as well as in the daily activities of worshippers. (source: wikipedia)
Salah satu tempat sembahyang (difoto dari  atas pagoda).

Pagoda dengan arsitektur Cina, Thailand, dan Myanmar.

Diceritakan bahwa temple itu dibangun pada tahun 1890 oleh Emperor Guangxu sebagai representatif China di daerah Penang. Temple ini beraliran Budha Mahayana dan Theravada (jangan tanya aku gimana detail setiap aliran). Didalamnya memiliki 10000 patung Budha dan juga patung raksasa Dewi Kwan Yin yang berukuran sekitar 30 meter. Bangunan dari temple ini sendiri terdiri dari pagoda, rumah untuk biksu, dan beberapa tempat sembahyang. Sedangkan bangunan pagoda yang mengadopsi bentuk heksagonal dari China, tingkatan khas Thailand, dan atap khas Burma/ Myanmar.

Pohon pita permohonan (background:Mimin).

Lilin di dalam temple.

Salah banyak dari 10000 patung Buddha.

Bangunan di Kek Lok Si.

Aku dan Mimin menjelajah di setiap sudut Kek Lok Si. Kami berdua masuk ke setiap bangunan yang tidak terlarang, termasuk ke tempat sembahyangnya. Kulihat banyak patung-patung yang berada didalam sana, ada yang menakutkan yaitu patung setan yang menginjak manusia, ada pula yang unik yaitu ukiran naga di tiang bangunan. Kami juga menaiki pagoda sampai level tertinggi. Sumpah ngos-ngosan, dan gak  nyangka juga kalau tingkatnya ada banyak dan menjebak seperti itu. Di dalam setiap lantai ada patung yang berbeda-beda. Saat kami turun, ada pasangan turis kulit putih kakek-nenek sedang menaiki tangga pagoda. So Sweet and Cool. Bayangkan nenek kakek biasanya kan menikmati hari tua di kursi goyang sambil nonton TV. Tapi pasangan tua ini malah memilih menjelajah sampai Malaysia dan mendaki tangga di pagoda! Sumpah aku yang masih muda ini jadi malu merasa kecapekan setelah mendaki tadi.

naik kereta ke Patung Dewi Kuan Yin.

Foto dengan patung Dewi Kwan Yin.

Lalu kami mencoba naik kereta ke patung Dewi Kuan Yin. Ternyata patungnya memang besar, patung ini terbuat dari tembaga. Kami juga sok-sok an membeli pita permohonan yang biasa diikat di dalam temple dan menuliskan nama. Alih-alih menggantung pita di pohon, kami malah membawa pita permohonan itu sebagai souvenir :p.

Saat tengah hari, kami keluar dari Kek Lok Si temple dan mencari makan di pasar sekitar sana. "Biasanya kalau rame enak, nyoba yuk," ujar Mimin sambil nunjuk kedai laksa di pinggir jalan. Aku awalnya tidak yakin dengan kedai itu karena yang jual Cina, takutnya tidak halal. Tapi setelah dipastikan dengan penjualnya, laksa itu halal. Insting Mimin tidak salah, itu adalah laksa pertama dan enak yang pernah kucoba. Laksa Penang memang kuliner yang wajib dicoba. Laksa adalah mi yang diberi kuah ikan. Rasanya manis, asam, pedas, gurih, dan khas. Hmm nulis gini aja bikin aku ngiler, dan ingin mencoba laksa itu lagi. Huwaa... aku akan kembali! (entah kapan).

Laksa Penang.
Perjalanan dilanjutkan ke Bukit Bendera atau Penang Hill. Kami sebenarnya agak mikir-mikir karena biaya untuk naik kereta ke Penang Hill adalah 30 RM. Mahal untuk ukuran kantong mahasiswa. Tapi kami juga malas memakai alternatif jalan kaki ke tempat itu. Apalagi Mimin juga cerita kalau salah satu turis di kamar kami, jalan kaki ke Penang Hill dan esoknya kecapekan dan tidak pergi kemana-mana. Triing, aku teringat kejadian hampir setahun lalu di Muzium Kesenian Islam Kuala Lumpur ( http://elitachoice.blogspot.com/2012/02/day-35-jelajah-jalan-kaki-kuala-lumpur.html ) bahwa mahasiswa mendapat potongan harga. Ternyata instingku benar,student: 15 RM. Yeyeyeye diskon 50%,lumayan. Inilah fungsi membawa KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) kemana-mana karena kartu ini bisa digunakan sebagai kartu pariwisata. Mimin yang saat itu tidak membawa KTM, kubilang temanku dan lupa membawa KTM. Mungkin karena tampang kami yang imut, mbaknya yang jaga loket percaya. Yuhuii,,, hemat 15 RM.


Kereta menanjak ke Penang Hill. Ini adalah menanjak dalam artinya sebenarnya yaitu menanjak yang ekstrim, bahkan kalau duduk di barisan terakhirpun bisa melihat penumpang di barisan depan saking curamnya tanjakan. Inilah salah satu daya tarik Penang Hill: kereta.

Pemandangan dari Penang Hill.

Saat sampai diatas, wisata yang dijual adalah pemandangan Penang dari titik tertinggi. Terlihat bangunan modern menjulang, kota tua yang cantik, jembatan, bahkan garis pantai pulau Penang. Sedangkan bangunan diatas Penang Hill so so alias biasa aja. Untungnya disini ada masjid, jadi bisa shalat dengan leluasa di masjid. Menjelang sore, kami kembali naik kereta dan menuruni Penang Hill.

Tujuan selanjutnya masih buram akhirnya kuajak Mimin untuk menemaniku membeli tiket bis ke Kuala Lumpur. Aku akan pergi ke Kuala Lumpur malam ini,sebenarnya Mimin juga namun dia terlanjur membeli tiket bis yang terminalnya jauh dari George Town. Jadi aku memutuskan membeli sendiri tiket bis di travel agent yang banyak ditemui di sekitar komtar (bangunan tertinggi di Penang). Mau ke komtar saja pakai acara nyasar-nyasar dulu. Akhirnya kami berpetualang jalan kaki hujan-hujanan. Hujan yang semakin deras membuat kami mencari tempat berlindung. Akhirnya kami melihat The Chocolate Boutique yang menjual coklat Beryl Malaysia yang terkenal.

Numpang toilet di The Chocolate Boutique.

The Chocolate Boutique benar-benar unik. Penjaganya ramah dan menyambut calon pembeli (gak beli juga ga masalah) dengan tour singkat. Ibu yang menyabut kami, mengajak ke berbagai deretan coklat: coklat biasa, dark coklat, white coklat, coklat kopi, coklat rasa buah (apel, anggur, melon, dll), coklat kacang, coklat mente, coklat kismis, coklat korma, dan coklat rasa lombok juga ada! Asiknya lagi kita bisa mencoba semua jenis tester coklat dengan gratis. Kubeli saja 1 box coklat yang paling murah (tapi tetap aja mahal) untuk percobaan dan oleh-oleh.

Setelah itu kami menjelajah George Town lagi, masuk ke pasar, jalan di pinggir trotoar,cari jalan tembus,dan akhirnya kami bisa sampai di komtar. Aku mebeli tiket bis paling malam ke Kuala Lumpur yaitu jam 00.00, hitung-hitung hemat penginapan. Harga tiketnya 40RM.

Saat itu jam menunjukkan pukul enam malam. Aku dan Mimin memilih mencoba bus CAT gratisan untuk keliling kota George Town. Naik di titik yang sama dan turun di titik yang sama. Lucunya di bis, ada mbak-mbak yang nanya ke Mimin pakai Bahasa Malaysia dan memakai kata"berpusing-pusing". Mimin menjawab dengan logat Indonesia. Eh ternyata yang nanya itu dari Jakarta. Kriiikk.

Masjid Kapitan Keling (foto dari CAT Bus).

Tipikal bangunan di George Town (foto dari dalam CAT Bus)

Gereja (foto dari dalam CAT Bus)

Salah satu gang di George Town.

Bangunan khas eropa di George Town (foto dari dalam CAT Bus)

Setelah puas naik bis gratisan, aku dan Mimin kembali ke hostel dengan berjalan kaki. Hitung-hitung sekalian cari makan. Akhirnya kami menemukan gerobak mi vegetarian. Ternyata lagi,yang jual mi itu dari Jawa Barat Indonesia. Masya Allah,,, ada-ada aja hidup ini.

Mimin naris (mumpung ada kamera)

Sebenarnya kami sudah check out dari hostel pagi ini dan menitipkan tas sebesar panda di hostel. Kami kembali kesana untuk mengambil tas. Niatku juga mau mandi diam-diam sih :p tapi masnya yang jaga bilang "Adek mandi dan istirahat dululah disini," ungkapnya saat tahu bis kami berangkat tengah malam.

Jalan kaki menyusuri George Town.

Aku dan Mimin berpisah malam itu. Dia berangkat lebih awal ke terminal karena letaknya jauh. Sedangkan aku bersantai di hostel sampai jam 10 malam dan menunggu terkantuk-kantuk di depan travel agent sampai jam 00.00. Belakangan, aku tahu kalau Mimin melanjutkan perjalanan ke Korea tak lama setelah trip panjang saat itu.

Bye-bye Penang. So many beautiful unexpected things there :)

1 komentar:

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena