a choice that change my life

Minggu, 03 Maret 2013

Cool Chiang Mai III: Relaksasi

Hawa pagi dingin menusuk membangunkanku pagi itu di Doi Inthanon. Aku bergelung didalam kantong tidur lalu keluar dari tenda. Suhu tak sedingin saat malam hari, namun tetap saja dingin namanya juga berada di pegunungan. Hari ini aku tak tahu akan dibawa kemana, pokoknya pasrah saja sama guide Chiang Mai. Sekitar jam 9 pagi, kami sudah membereskan peralatan kemping. "Elita, let me handle sleeping bag. I know you never camping," ujar Fang. Haha ketahuan deh kalau ini pengalaman kemping pertamaku gara-gara aku gak bisa melipat kantong tidur dengan benar.

Sankampaeng Hot Spring di Chiang Mai, Thailand

Ternyata tujuan wisata siang hari itu adalah pemandian air panas Sankampaeng. Letaknya sekitar 36 km dari kota Chiang Mai dan dikelilingi pegunungan. Sudah kubayangkan berendam air hangat yang nyaman setelah seharian tidak mandi gara-gara hawa dingin di Doi Inthanon. Masuk ke area wisatanya membayar sekitar 30 Baht dan untuk berendam air hangat bayar lagi 40 Baht.

Fresh habis mandi XD, maaf narsis
Berendam air hangat tidak rame-rame di kolam renang seperti di pemandian air hangat Pacet, namun seperti toilet umum dan akan dipinjami handuk bersih. Setiap bilik berisi bathub dengan keran air biasa dan air panas dan juga shower. Airnya juga bukan air biasa namun mengandung mineral dan berwarna hijau: sulfur, zink, dll (lupa apaan, ada banyak jenisnya). Katanya sih buat menyehatkan dan menghaluskan kulit. setelah kucoba, bener banget. Tiba-tiba saja kulitku yang awalnya burek-burek ga jelas gara-gara ga mandi, jadi bersih dan halus. Aku benar-benar menikmati berendam air hangat dan membayangkan seperti di dalam film Jepang yang biasanya mereka berendam air hangat :p.

Ada beberapa spot hot spring di pemandian air panas Samkamphaeng

Kawat untuk memasak telur yang diletakan di dalam keranjang.
Disana juga tersedia kolam renang mineral, thai massage, toko-toko jajanan dan souvenir, dan souvenir. Hal yang paling khas yaitu memasak telur dengan air panas alami. Nikmat adalah memakan telur yang masak oleh air panas alami setelah berendam air hangat dan menikmati suasana pegunungan.


Leyeh-leyeh minum kopi unyu.

Siang menjelang sore dihabiskan dengan bersantai di cafe modern yang unik di kota Chiang Mai. Kami menikmati kopi, teh, cake, dan waffle disini.

Sore menjelang malam, kami menuju ke Wat Prathat Doi Suthep yang berada di gunung pinggir kota. Sebenarnya tak bisa disebut gunung bagi orang Indonesia karena kita memiliki ratusan gunung aktif maupun pasif, namun di Thailand tidak ada gunung aktif.

Di depan pintu masuk Wat Prathat Doi Suthep
Wat Phrathat Doi Suthep (Thai: วัดพระธาตุดอยสุเทพ) is a Theravada Buddhist temple in Chiang Mai Province, Thailand. The temple is often referred to as "Doi Suthep" although this is actually the name of the mountain it is located on. The temple is located 15 km from the city of Chiang Mai and is a sacred site to many Thai people. From the temple, impressive views of Chiang Mai can be seen and it remains a popular destination for tourists. sumber: wikipedia

Jalan menuju ke temple ini semacam tangga menuju ke makam Sunan Giri, tinggi dan gak ada habisnya. Cukup menguras tenaga juga untuk mendaki 309 anak tangga. Wat Phrathat Doi Suthep adalah landmark Chiang Mai, ga afdol kalau belum kesini. Setelah kuamati, gambar temple inilah yang sering muncul di iklan wisata Thailand. Temple ini juga memiliki sejarah dan salah satu yang tertua di Chiang Mai, dibangun pada tahun 1983.

Sesajen uang receh.

Seperti biasanya, saat yang lain sembahyang, saya mengambil foto sana-sini. Di pelataran wat ini terdapat puluhan lonceng, katanya akan beruntung kalau membunyikan lonceng ini. Jadi suara klontang klinting terdengar dimana-mana. Konon disini juga perpaduan Hindu dan Budha karena ada patung Budha dan Ganesha.

Pemandangan menjelang malam dari ketinggian temple Phrathat Doi Suthep adalah mencengangkan karena kita bisa melihat gemerlap lampu kota terbesar kedua di Thailand dari kejauhan. Jauh-jauh aku mbolang ke Chiang Mai (12 jam dari Bangkok) sampai menjejakkan kaki di wat ini, tiba-tiba "Mbak dari Indonesia ya?" celetuk seseorang dari belakangku. Nah loh ketemu orang Indonesia juga disini padahal notabenya orang Indonesia liburan ya ke Bangkok, apalagi kalau ga wisata shopping, Grand Palace dkk. Kalau ada orang Indonesia liburan sampai Chiang Mai pasti dia adalah traveller sejati, seperti saya :D. Ternyata Bapaknya eh maap masnya asalnya juga dari Jawa Timur. Jadilah kami berbicara bahasa Suroboyoan yang medok. Akhirnya setelah tiga hari berturut-turut tenggelam dalam bahasa Thai, aku bisa ngomong bahasa asli dan ada orang yang ngerti. Masnya bernama Mugi dan mbolang ke Chiang Mai sendirian. Dia menyapaku karena melihat aku yang kerudungan dan memakai kaos joger khas Bali. "Walah mek sewengi numpak kereto," jawabnya saat kutanya kok jauh-jauh ke Chiang Mai. Mas Mugi ini jalan-jalan sendirian dan menyewa sepeda motor untuk berkeliling Chiang Mai. Ngerii....

Narsis bersama Fang di Wat Doi Suthep.

Saat itu gantian teman-temanku Thailand yang memandangku dengan heran karena berbicara bahasa alien (suroboyo) dengan orang yang baru kukenal. Perbincangan dengan Mas Mugi diakhiri saat kami menjejakkan kaki di tangga terbawah. Aku menuju mobil temanku dan Mas nya menyetir sepeda motor sewaan, padahal jalannya ngeri gitu.

Spot terakhir yang kukunjungi di Chiang Mai adalah view point kota Chiang Mai. Aku melihat gemerlap kota Chiang Mai lebih dekat dari ketinggian. Seperti city of amber,bentangan cahaya terang. Aku pulang dari Chiang Mai jam 10 malam dengan naik bis eksekutif. Ini bayarnya lebih mahal yaitu 800 Baht. Namun fasilitasnya juga lebih ngeri, tempat duduknya 2-1 dan ada layar touch screen disetiap tempat duduk untuk memutar musik atau film.

Indahnya kota Chiang Mai malam hari.

Bye-bye Cool Chiang Mai untuk yang kedua kalinya... aku berharap bisa berkunjung lagi ke kota dingin, bersih, dan penuh sejarah ini.

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena