a choice that change my life

Rabu, 20 Maret 2013

Cerita Mudik (VI): Rumitnya Jakarta

Meski aku sudah tamat sekolah, namun aku belum pernah menginjakkan kaki di ibukota Jakarta. Selain belum ada kesempatan, aku juga belum tertarik untuk mengunjungi ibukota yang kabarnya lebih jahat daripada ibu tiri ini. Namun kali ini lain ceritanya, masa sebagai bangsa Indonesia pernah jalan-jalan ke ibukota Malaysia, Kuala Lumpur, dan tinggal di dekat ibukota Thailand tapi belum pernah ke ibukota negara sendiri. Lagipula teman dekat saya, ehemm :p kerja di Jakarta, dan banyak sahabat yang tinggal disana. Jadi saya putuskan pulang ke Indonesia lewat Jakarta pada tanggal 22 Desember 2012 lampau.

Perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta memakan waktu sekitar 1,5 jam. Aku dijemput Cupa saat itu. Kata-kata pertama yang kuucapkan adalah "Aku pengen makan tempe". Lalu aku dan Cupa naik bis dari bandara ke (lupa) daerah dekat terminal trans jakarta di Pancoran. Saat itu langsung kurasakan perbedaan antara Bangkok dan Jakarta. Kalau naik transportasi, orang Thailand antri dulu satu-satu teratur, disini langsung gruduk sengggol kanan-kiri. Saat itu bis yang kami tumpangi kebetulan penuh. Tapi masih naikin penumpang aja. Kebetulan aku menjadi penumpang yang tidak kebagian kursi. Jadi aku duduk di emperan lorong bis, beralaskan kardus. Oke ini kebacut tapi begitulah adanya. welcome to Jakarta, nak :D

Kerumitan Jakarta untukku, baru saja dimulai. Beberapa menit bis berjalan, lalu merangkak, lalu berhenti. Benar sekali, aku terjebak macet yang merupakan salah satu problem di kota Jakarta. Apalagi saat itu sedang hujan deras, beberapa titik jalan di Jakarta tidak bisa dilewati. Parah. Teringat dua minggu lalu, masih enak menikmati transportasi kota Bangkok: Sky Train, cepat, nyaman, dan mudah. Ohh MRT Jakarta, kapan mulai bisa digunakan? Keburu mobil dan sepeda motor pribadi memenuhi jalan raya. Perjalanan dengan bis dari bandara memakan waktu hampir dua jam, lebih lama dari perjalanan Kuala Lumpur-Jakarta.

Cupa dan aku turun di dekat Pancoran. Nyebrang tanpa zebra cross, melewati kendaraan yang terjebak macet. Kami menuju halte bis Trans Jakarta. Emosiku diuji disini. Udah nunggunya lama, setiap kali ada bis, penuh semua. "Ini masih mending haltenya sepi, biasanya antrinya sampai luar," terang Cupa. Aku tidak mau membayangkan mengantri seperti itu. Gak efektif dan efisien banget. Akhirnya datang bis Trans Jakarta, aku berusaha ndusel di bis yang sudah penuh itu. Salutnya, Trans Jakarta punya kondektur yang memantau keluar masuk penumpang dengan aman. Lalu dipisah antara perempuan dan laki-laki, sehingga nduselnya dengan gender yang sama. Saat bis sudah berjalan, aku baru sadar kalau Cupa tidak naik bis ini karena di bagian laki-laki sudah penuh sesak. Triing kemanakah aku akan berhenti?? Untung saja Cupa sudah memberi ancer-ancer untuk turun di halte Cawang.

Aku menunggu Cupa di terminal sambil memandangi hujan rintik-rintik diluar. Teringat lagi kalau naik bis di Thailand. Ga perlu rebutan, meski penuh tapi tidak sesak, dan meski tak memiliki jalur sendiri namun bis umum bisa lewat dengan nyaman dan hanya sesekali terjebak kemacetan. Atau teringat lagi kota Surabaya yang nyaman. Oh Jakarta... Selang belasan menit, Cupa datang dengan bis Trans Jakarta berikutnya. Kami turun dari halte dan menuju Carefour. Akhirnya aku bisa makan bebek penyet dan tempe di salah satu restoran di Carefour. Ternyata.... tempe itu enak :D

I love tempe XD

Bebek penyet. hmm...

Setelah itu kami berbelanja beberapa barang. Semuanya biayaku disana ditanggung Cupa sebagai tuan rumah. Terima kasih :D :D :D maklum saya masih mahasiswa, beda sama yang udah kerja sebagai engineer. Kami menaiki jembatan ke tempat kosnya Cupa. Rencananya aku akan menaruh barang dan menyusul teman-teman lain yang sudah menunggu di mall untuk nobar film Habibie & Ainun. Tiba-tiba ditengah jembatan, Cupa menarikku "Hati-hati," katanya. Wheeerr,,,,, sepeda motor melintas. What the h*ll??? ini kan jembatan penyebrangan untuk pejalan kaki,tinggi lagi, kok bisa sepeda motor lewat sini. Sungguh warga Jakarta canggih banget dalam atraksi sepeda motor.

Halte Trans Jakarta.

Malam itu aku bertemu Ade dan Levi. Ade memelukku, huwaa rasanya udah lamaa ga ketemu (padahal ya cuma 4 bulan). Lalu kami ber-empat menonton film Habibie & Ainun. Akhirnya aku bisa melihat bioskop dengan Bahasa Indonesia. Sebelumnya aku melihat The Hobbit di Thailand dengan subtittle cacing >_<. Malam itu aku dan Ade tidur di kamar Cupa dan Cupa pindah ke kamar Levi. Memang kalau malam hari, daerah kos Ade yang berada di kota tua termasuk kawasan angker. Jadi lebih baik menginap semalam di kos Cupa.

Entahlah hari itu aku belum menemukan indahnya hidup di Jakarta. Yang kutemui hanya jalan becek dan gang sempit. Wisatanya hanya seputar mall dengan transportasi minim. Tapi tetap saja ini Indonesia dan ada tempe :p aku bersyukur. Entah surprise apalagi yang kudapatkan dari Jakarta esok hari, setelah: macet, becek, banjir, sumpek, dan rumit. Aku berharap surprise yang menyenangkan saja :D

2 komentar:

  1. Tempe banyak proteinnya mbak, selain enak ^^
    Kapan2 jalan ke kotaku mbak, Medan :)

    BalasHapus
  2. beneran boleh ni? :D tawaran yang menarik

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena