a choice that change my life

Selasa, 09 April 2013

Cerita Mudik (VII): Menelusuri Batavia

Lagi-lagi tulisan di blogku mengalir lancar saat mendekati deadline untuk bertemu advisor. Alih-alih mengerjakan thesis, malah menulis blog. Inilah contoh mahasiswa yang kreatif (dalam ngeles). Oke, kali ini aku akan melanjutkan cerita perjalanan mudikku. Tanggal 23 Desember 2012 adalah hari keduaku di Jakarta. Kali itu aku mengungsi dari kosan Cupa ke kosan Ade yang kebetulan dekat dengan Kota Tua, destinasi yang akan kutuju.

Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Batavia ini merupakan pusat perdagangan di masa penjajahan. Tak heran banyak bangunan bersejarah yang terletak disini, utamanya yang masih terjaga di daerah Kota Tua Jakarta. Kami berepat (aku, Ade, Cupa, dan Levi) mengantarkankan aku berkeliling daerah ini. Daerah kota tua memiliki banyak museum dengan gedung jaman kolonial: Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Bank Mandiri, Museum VOC, dan lain-lain.
Bagian dalam Museum Bank Indonesia
Diorama perbankan zaman lampau.
Museum pertama yang kami kunjungi adalah Museum Bank Indonesia, kebetulan ini adalah museum baru yang diresmikan padatahun 2009. Gedung putih bersih dengan arsitektur zaman penjajah yang dibangun tahun 1828 dihidupkan kembali dengan tatanan bank. Tiket masuknya gratis tapi isinya melebihi ekspektasi. Bagunannya indah dan ada brankasnya pula seperti di film-film Hollywood.
Papan: Rempah seharga emas

With Cupa ^^

Diorama
Museum ini menyajikan informasi peran Bank Indonesia dalam perjalanan sejarah bangsa yang dimulai sejak sebelum kedatangan bangsa barat di Nusantara hingga terbentuknya Bank Indonesia pada tahun 1953 dan kebijakan-kebijakan Bank Indonesia, meliputi pula latar belakang dan dampak kebijakan Bank Indonesia bagi masyarakat sampai dengan tahun 2005. Penyajiannya dikemas sedemikian rupa dengan memanfaatkan teknologi modern dan multi media, seperti display elektronik, panel statik, televisi plasma, dan diorama sehingga menciptakan kenyamanan pengunjung dalam menikmati Museum Bank Indonesia. Selain itu terdapat pula fakta dan koleksi benda bersejarah pada masa sebelum terbentuknya Bank Indonesia, seperti pada masa kerajaan-kerajaan Nusantara, antara lain berupa koleksi uang numismatik yang ditampilkan juga secara menarik. (wikipedia)
Emas (sepertinya palsu) yang dipamerkan didalam brankas raksasa.

Cupa, aku, Ade, dan Levi.

Setelah itu kami beranjak ke kawasan bangunan di kota tua. Menurutku, kota tua itu cantik sayang saking tuanya sampai-sampai lupa membersihkan diri dan banyak yang mengunjungi. Banyak pedagang yang tak teratur dan juga sampah. Namun kabarnya kota tua saat ini telah berbenah, ada pengaturan berdagang. Di sepanjang jalan, terdapat fotografer dadakan yang menjajakan foto di studio berlatar suasana Kota Tua.

Wajah kota tua Jakarta.
Tampak depan Museum Fatahillah.
Kami menuju museum Fatahillah yang penuh sesak, maklum saat itu adalah libur hari Natal. Lagi-lagi bangunan ini terlihat tua dan antik, pantas karena bangunan ini dikonstruksi sejak tahun 1620 dan digunakan sebagai tempat pemerintahan VOC. Alasnya menggunakan lantai kayu dan catnya pun putih kusam. Didalam museum ini terdapat banyak benda bersejarah mulai jaman kerajaan (prasasti huruf cacing dan tapak kaki raja), kolonial, kemerdekaan dan  zaman setelah pra kemerdekaan. Semuanya tersimpan di museum ini.

Inilah: becak! transportasi yang semakin langka.

Ga tau apa artinya XD

Gedung ini dulu adalah sebuah Balai Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. Bangunan itu menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.(wikipedia)
Ade dan Levi didepan patung perdagangan.

Pemandangan dari lantai dua Museum Fatahillah.

Diluar Museum Fatahillah terdapat lapangan yang luas. Kali itu terdapat hiburan ondel-ondel yang mengundang keramaian. Hebatnya yang memainkan ondel-ondel beserta alat musiknya adalah anak-anak. Entah harus bilang hebat atau miris. Mereka memainkan musik khas Betawi dengan piawai. Sedangkan ondel-ondel yang berukuran besar lincah menari kesana kemari.

Gerahnya kota Jakarta membuat kami mengakhiri perjalanan siang itu dan melanjutkan jalan-jalan di mall. Seperti halnya Surabaya, mall adalah jujukan warga kota disaat penat. Mungkin inilah alasannya mengapa sebagian besar perempuan Indonesia gila belanja karena hiburan paling mudah dicari di Indonesia ya belanja. Kami makan di Solaria,mau makan tempe lagi tapi apa daya tak tersedia di restoran sophiscated ini.

Koloke.
Malamnya aku mengungsi dari kosan Ade ke hotel 4 season untuk bertemu Dimi, sahabatku yang kebetulan berlibur di Jakarta. Dimi berlibur besama ibu dan dua adiknya. Dia mengundang aku dan Ade untuk menginap semalam di hotel itu. Mau menuju kedaerah sana dari kosan Ade saja rempong banget. Naik trans Jakarta, entah oper berapa kali. Lalu naik taksi. Ade sampai narik-narik dan mengkomando aku karena aku masih lolak-lolok dan lugu dengan keramaian Jakarta.

Ade, aku, Dimi :)

 Hari itu adalah reuni bagi kami bertiga, sahabat semasa kuliah. Rasanya sudah lama tidak bertemu, padahal baru empat bulan. Tapi kami bertiga sudah di jalan masing-masing, Ade bekerja sebagai officer di BNI (jangan tanya gajinya, yang jelas dia bisa hedon tiap bulan membeli barang ber merk), sedangkan Dimi telah diterima sebagai engineer di KBR Jakarta dan akan bekerja pada bulan Februari, dan aku ---> mahasiswa traveller :P . Jadi yang sudah kerja kebanyakan membiayai temannya yang berstatus mahasiswa. Hohoo dasar mahasiswa, otak gratisan >_< tapi ya aku ga gitu-gitu banget sih. Aku kan punya penghasilan,enggg dari beasiswa :P.Hari itu, kami bertiga bercerita sepanjang malam.

Batavia, Tempat Mengenang Sejarah Indonesia bagi Aku dan Kita.

0 comments:

Posting Komentar

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena