a choice that change my life

Jumat, 26 April 2013

Petualangan di Kamboja (5): Mengupas Kehidupan Cambodian di Phnom Penh

Pertanyaan besar tentang kehidupan di Kamboja (http://elitachoice.blogspot.com/2013/04/petualangan-di-kamboja-1-sekedar-review.html) membuatku berpikir pasti ada sesuatu yang buruk menimpa negara ini. Ternyata itu memang benar adanya. Pertanyaan itu terjawab saat aku mengunjungi Phnom Penh, terutama di Museum Genocide, Choeung Ek. Ini adalah pengalaman pertamaku berwisata menakutkan dan mendapat banyak hikmah.

Royal palace (Throne Hall) di Kamboja.

Kami berangkat menuju Phnom Penh- ibukota Kamboja dari Siem Reap. Kami naik van dan menempuh perjalanan selama enam jam. Ini travelnya agak nggapleki juga. Kita cewek-cewek pembolang, diberi tempat duduk paling tidak enak se-van yaitu bagian belakang. Bayangkan udah kursinya tidak bisa diatur maju-mundur, pijakan kaki ketinggian (kakiku ga nyampe dasar), duduk harus menekuk, pas diatas ban, yang paling parah adalah jalan di Kamboja bolong-bolong (mirip jalan Romokalisari Gresik-Surabaya sebelum direnovasi). Sumpah duduk di belakang itu kayak main Tagada selama enam jam. Tahu kan permainan Tagada? yang kita duduk di piringan yang berputar, di goyang atas-bawah, diputar-putar dengan kemiringan tertentu. Mirip wes! Bedanya di Tagada sungguhan diputer lagu goyang disko, lha di 'Tagada van' diputer lagu melow Kamboja. Jadi kami di ayak (memilih beras dengan cara melempar dengan tempeh) di van sambil ditemani lagu slow. 

Separah apa 'Tagada' di dalam van? Putri yang terhitung tinggi sampai kejedok atap mobil van kalau ada lubang atau jendulan, sedangkan aku selalu ketatap jendela berkali-kali. Kerudung sudah tak karu-karuan, makanan didalam perut serasa mau keluar, kadang kami berempat (aku, Kak Lila, Dini, Putri) tindih-tindihan setelah terlempar, dan itu terjadi selama enam jam (backsound: jeng jeng). Apa yang bisa kami lakukan? Pasrah, berdoa, dan sambil sesekali mengumpat jalanan dan sopir Kamboja. Ternyata doa kami ada yang langsung di kabulkan yaitu bermain 'Tagada' dengan diiringi lagu disko. Entah kesambet setan apa, sopir van tiba-tiba mengganti lagu melow Kamboja dengan lagu disko macam Pitbull, PSY, dan sebagainya. Jadilah kami berempat bule gila didalam van: Clubbing gratisan di dalam van. Kepala goyang-goyang, tangan melambai kekiri dan ke kanan. Malah seneng kalau ada jendulan atau lubang, tangan diangkat ke atas macam naik roller coaster (backsound: ...dancing on the floor.on the floor...) Yihaa!

Odi & Aku di pasar malam Phnom Penh (Bukan skandal,karena tak nemu foto lain). Taken by: kak Lila.

Akhirnya van laknat itu sampai juga di Phnom Penh. Keluar dari van rasanya pusing dan masih goyang-goyang akibat efek Tagada. Lalu kami menuju penginapan Velkommen Guesthouse dengan van. Ternyata sampai sana, Odi tidak kebagian kamar dan menginap di kamar mix-dormitory alias campur cewek dan cowok. Memang kamar jenis seperti itu sudah biasa untuk pelancong dengan budget terbatas. "Tahu gitu, aku nginep di kamar kalian aja," ungkap Odi karena sebenarnya kamar besar yang kita tempati tersedia untuk enam orang. Tapi aku menolak (yang lain setuju kalau Odi nginep), kenapa? untuk pengalaman :p . Maaf ya di, aku jahat. Kan ikutnya ndadak, lagipula aku juga pernah nginep di hostel macam mix-dormitory, untungnya saat itu cewek semua. Aku sebenarnya malah seneng nginep di dormitory (female) karena aku bisa berkenalan dengan para pelancong lain. Perasaan kalau jalan-jalan sendirian aku selalu nginep di dormitory, mulai dari Singapore- Kuala Lumpur-Penang-Pattaya, aku lebih memilih kamar jenis ini. Siapa tahu dapet sahabat baru untuk mbolang [pengalaman:http://elitachoice.blogspot.com/2013/03/cerita-mudik-iv-penang-heritage-town.html ] :)

Pemandangan di pinggiran sungai. taken by: Kak Lila.

Kami keluar malam hari menuju Pasar Malam menyusuri pinggiran sungai dari danau Tonle Sap yang nantinya akan menjadi satu dengan Sungai Mehkong. Malam itu sebenarnya malam pergantian tahun di Kaboja. Tapi krik krik krik.. Sepi. Bahkan pasar malamnya juga sepi. Namun sebagai bangsa Indonesia yang tinggal di Thailand, kami pasti belanja. Aku juga belanja kaos 2$, lumayan murah dengan kualitas yang bagus. Tempat dinner kami: KFC, ternyata sudah tutup. Jadilah aku beli jagung rebus sambil duduk di tepian sungai. Terlihat lampu kuning yang dipasang di seberang sungai, dan beberapa gedung tinggi. Angin sepoi-sepoi. Romantis. Tiba-tiba "Pyarrr". Sekelompok pemuda gila beberapa meter dari kami, melempar botol bir ke arah sungai. Kami langsung menyingkir secara cepat dan hampir lari. Sungguh sangat disayangkan, tempat seindah itu malah menjadi tempat yang menakutkan. Perjalanan kami malam itu berakhir dengan makan mi gelas di toko kelontong.

Keesokan harinya di tanggal 14 April 2013, kami menjelajahi dua tempat: Royal Palace dan Museum Genocide. Kami juga sempat mampir ke Central Market yang sepi karena hari libur.

Royal Palace, Kamboja Juga Punya Kerajaan


Bisa dibilang ini adalah fakta yang membuatku terkejut yaitu Kamboja menganut asas monarki atau kerajaan seperti halnya Thailand. Pasalnya aku tak melihat tanda-tanda adanya raja kalau tidak berkunjung ke Royal Palace. Tak ada foto Raja Kamboja yang di agungkan seperti halnya foto Raja Thailand yang tertampang dimana-mana. Menurut opiniku, sistem kerajaan disini tidak memberi dampak yang signifikan terhadap kemakmuran penduduk.
Model: aku :p . taken by: Zjahra.
Grup photo! Kak Lila-Dini-Zjahra-Odi-Putri-Aku.

Royal Palace atau istana raja di Kamboja indah tapi sederhana. Mungkin ini gara-gara aku sudah melihat duluan Royal Palace milik Thailand yang ngejreng dan mewah, jadi Royal Palace Kamboja terlihat biasa saja. Namun tetap saja ini istana yang besar dan mewah jika di komparasikan dengan kemakmuran masyarakat Kamboja.

Silver Pagoda.

Masih ingat tentang kerajaan Angkor yang kubahas di post sebelumnya (http://elitachoice.blogspot.com/2013/04/petualangan-di-kamboja-4-sejarah-angkor.html) ? Ini adalah kerajaan yang sama, pusat kerajaan dipindahkan dari Siem Reap ke Phnom Penh. Pusat pemerintahan dipindahkans ekitar abad ke -15 setelah Siem Reap di hancurkan oleh kerajaan Siam. Sedangkan Royal Palace atau Preah Barum Reachea Veang Nei Preah Reacheanachak Kampuchea mulai dibangun pada tahun 1866.

Taman didepan Silver Pagoda.

The Royal Palace (Khmer: ព្រះបរមរាជាវាំងនៃរាជាណាចក្រកម្ពុជា, Preah Barum Reachea Veang Nei Preah Reacheanachak Kampuchea), in Phnom Penh, Cambodia, is a complex of buildings which serves as the royal residence of the king of Cambodia. Its full name in the Khmer language is Preah Barum Reachea Veang Chaktomuk Serei Mongkol (Khmer: ព្រះបរមរាជវាំងចតុមុខសិរីមង្គល). The Kings of Cambodia have occupied it since it was built in 1860's, with a period of absence when the country came into turmoil during and after the reign of the Khmer Rouge.The palace was constructed after King Norodom relocated the royal capital from Oudong to Phnom Penh in the mid-19th century. It was gradually built atop an old citadel called Banteay Kev. It faces towards the East and is situated at the Western bank of the cross division of the Tonle Sap River and the Mekong River called Chaktomuk (an allusion to Brahma). Sumber: wikipedia

Salah satu stupa di Royal Palace.

Ketara saya males banget terjemahin dari bahasa Inggris X_X. Intinya di dalam Royal Palace terdapat beberapa bangunan. Pertama, Throne Hall digunakan untuk tempat duduk raja dan didalamnya terdapat singgasana yang wah. Atapnya terdapat lukisan tentang kehidupan Kamboja dengan gaya yang sama seperti relief di Angkor wat bedanya ini berwarna. Moonlight Pavilion, digunakan untuk latihan dan pertunjukan tari. Ada juga tempat persembahyangan untuk Budha, didalamnya ada patung Budha emas seberat 90 kg. Katanya hal yang juga unik adalah Silver Pagoda. Saat kulihat biasa saja, warnanya pun tidak silver malah mendekati warna batuan tak jelas. Namun saat kucari informasi, ternyata Silver pagoda ya tempat persembahyangan tadi. Logam perak asli terdekorasi didalam bangunan dan mungkin aku tak memperhatikannya.
Gajah putih??Ini ikon Thailand apa Kamboja hayo?

Museum Genocide di Choeung Ek, Mengerikan!

Choeng Ek, Genocidal Museum.

Musem Genocide atau Killing Field ini terletak 15 km dari kota Phnom Penh. Sumpah ini adalah museum horor yang pertama kali kukunjungi. Bahkan saat aku menulis posting ini tengah malam sambil menggali informasi dan mencari foto dokumentasi tentang Museum ini, aku merinding sendiri. Museum ini juga tergolong baru karena diresmikan sekitar tahun 2005. Korban yang dibunuh disini antara 1975-1979. 

Bersambung... di episode Petualangan di Kamboja (6). Maaf ya kalau kayak sinetron (^_^)v.

4 komentar:

  1. Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.

    BalasHapus
  2. Thank you very much for sharing information that will be much helpful for making coursework my effective.

    BalasHapus
  3. http://duniaperjudian303.blogspot.com/2017/07/douglas-costa-dan-federico-bernardeschi.html

    BalasHapus
  4. NAGAQQ | AGEN BANDARQ | BANDARQ ONLINE | ADUQ ONLINE | DOMINOQQ TERBAIK

    Yang Merupakan Agen Bandarq, Domino 99, Dan Bandar Poker Online Terpercaya di asia hadir untuk anda semua dengan permainan permainan menarik dan bonus menarik untuk anda semua

    Bonus yang diberikan NagaQQ :
    * Bonus rollingan 0.5%,setiap senin di bagikannya
    * Bonus Refferal 10% + 10%,seumur hidup
    * Bonus Jackpot, yang dapat anda dapatkan dengan mudah
    * Minimal Depo 15.000
    * Minimal WD 20.000

    Memegang Gelar atau title sebagai AGEN BANDARQ Terbaik di masanya

    Games Yang di Hadirkan NagaQQ :
    * Poker Online
    * Bandar Poker
    * BandarQ
    * Domino99
    * AduQ
    * Sakong
    * Capsa Susun
    * Bandar66 (ADU BALAK)
    * Perang Baccarat (NEW GAMES)

    Info Lebih lanjut Kunjungi :
    Website : NAGAQQ
    WHATSAPP : +855967014811
    Line : Cs_nagaQQ
    TELEGRAM :+855967014811

    BACA JUGA BLOGSPORT KAMI YANG LAIN:
    berita nagaqq/
    agen bandarq online/
    Kemenangan NagaQQ/

    BalasHapus

Silahkan dikomen ya... ^^

© More Than a Choice, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena