Hostel Fernloft |
Hari terakhir ini adalah hari yang paling kuingat sepanjang perjalanan backpacker keluar negeri, atau bahkan akan kuingat sepanjang hidupku. Pengalaman berharga kudapatkan di hari terakhir. Emosi bercampur aduk antara kecewa, marah, sedih, pasrah, berusaha, dan kelegaan. Aku berpikir hari itulah klimaks dari segala perjalanan semingguku. Jangan pernah menanyakan foto karena tidak akan ada foto yang berarti, semuanya tersimpan dalam hati.
Hari itu merupakan hari terakhir Aku, Asthy, dan Ucups di Singapore. Hari itu kami akan meninggalkan Singapore menuju Malaysia karena pesawat kami akan lepas landas dari bandara LCCT Kuala Lumpur. Jam menunjukkan pukul sebelas siang saat kami selesai melakukan pencarian transportasi yang tepat menuju Johor Bahru. Pertama, kami menaiki bis dari Frankel ave ke MRT Kembangan, lalu naik MRT ke Bugis, lalu dilanjutkan dengan naik bis 110 ke Johor Bahru. Perjalanan menggunakan bis memakan waktu yang cukup lama. Melewati daerah pinggiran Singapore yang penuh dengan apartemen usang dengan tongkat berisi cucian disetiap jendelanya.
Woodlands. Kami turun ke cek point Singapore untuk meminta stempel telah keluar dari daerah Singapore. Ucups dan Asthy yang berada di barisan depanku telah mendapatkan stempel tanpa proses yang melelahkan. Namun saat giliranku, bolak-balik petugas membolak-balik pasporku. Petugas perempuan itu melihat wajahku, meminta tanda pengenal. Lalu dia menelpon dengan bahasa Singlish bahwa ada masalah dengan pasporku. Perutku langsung mulas dan merasa da yang tidak beres dengan pasporku. Aku mengingat kesalahan apa yang kulakukan di Singapore. Aku ingat pernah menyebrang jalan sembarangan saat sepi. Masa gara-gara itu?
"Miss tolong masuk kesini dulu, ada yang tidak beres dengan paspormu," ujar petugas wanita itu dalam bahasa Singlish. Aku bingung dan tidak bisa berpikir "Kenapa?" ujarku dalam Bahasa Indonesia. Ternyata cap di kartu kedatangan adalah not permitted to enter Singapore, sedangkan cap di passporku adalah permitted to enter Singapore. "Masuk ke ruang hijau dulu," jelas petugas itu dalam bahasa Melayu. Aku menyanggah bahwa aku tak bisa berlama-lama di Singapore karena pesawatku akan terbang nanti malam. Namun petugas itu meyakinkan prosesnya tidak akan lama.
Ternyata yang dimaksud 'ruang hijau' itu adalah ruangan Kepolisian Singapore! Alamak, baru pertama kali keluar negeri sudah masuk Kantor Polisi di negara orang. Untung saja Asthy mau menemaniku ke kantor polisi, sedangkan Ucups sudah melewati cek poin tas sehingga tidak bisa kembali lagi. Aku, Asthy, dan beberapa orang lain yang bermasalah digiring oleh seorang polisi Singapore. Masuk bangunan yang diproteksi dengan pin disetiap pintu masuk dan liftnya.
Sesampainya di ruangan, aku menunggu giliran dipanggil. Sialnya lagi pasporku ditaruh di urutan terbawah sehingga proses pemanggilan berjalan lama. aku mengamati keadaan sekeliling. Hal yang paling mencolok adalah seorang pria Bangladesh atau India diomelin petugas karena dia tak memiliki VISA. "I don't care, you must go out from Singapore by plane tomorrow!" bentak polisi Singapore. Aku semakin dag dig dug. Saat giliranku, ternyata hanya dicek pasporku dan ditanya tujuan ke Malaysia. Tanpa panjang lebar, polisi itu langsung mencap pasporku. Untunglah.
Ternyata Ucups menunggu di pintu keluar cek point dengan sabar. Dia kebingungan kenapa aku dan asthy tak kunjung datang. Kami meneruskan perjalanan dengan bis ke cek poin imigrasi Malaysia. Disini lebih longgar daripada Singapore, petugas langsung mencap passpor kita tanpa banyak bicara.
Perjalanan dengan menggunakan bis dari Singapore ini diakhiri di terminal Johor Bahru. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 14.00 dan kami masih 350 km dari Kuala Lumpur. Mencari-cari bis yang berangkat mendekati jam segitu memang sulit. Adanya bis yang berangkat pukul 15.00 dengan harga 31RM. Sedangkan estimasi perjalanan dari Johor Bahru-Kuala Lumpur adalah 5-6 jam. Sedangkan kita harus sampai bandara jam 21.00 karena pesawat akan lepas landas jam 22.00.
Akhirnya kami memilih pembelian tiket ilegal yang berangkat jam 14.30, seharga 40RM. Tiketnya hanya selembar kertas bertuliskan VIP Eksekutif. Saat ditanya yang mana bisnya, orang bertampang preman tersebut menunjuk bis di depannya. Kami dengan tenang menunggu kedatangan bis, bahkan kami tak sempat membeli minum karena jam sudah menunjukkan pukul 14.20. Namun tiba-tiba si Penjual tiket mengajak setidaknya 40 calon penumpang untuk berpindah tempat tunggu.
Tik
Tik
Tik
Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 dan Bis belum datang juga. Aku sudah merasa ditipu. Akhirnya aku berkompromi dengan Ucups untuk membeli tiket baru. Aku langsung berlari ke loket penjualan tiket bis mencari bis yang ebrangkat pukul 15.00. Ternyata sudah penuh! hanya tinggal bis keberangkatan jam 15.30 ke Melaka. Masa bodoh, kubeli saja tiket itu untuk tiga orang. Nanti di Melaka bisa ganti bis atau naik taksi. Saat aku selesai membayar, Ucups dari kejauhan memanggilku. Tenyata bis 'VIP Eksekutif' sudah datang.
Anehnya seluruh penumpang diminta keluar dari terminal dan menyebrang jalan. Tahu bis apa yang akan kutumpangi? BAS SEKOLAH!! Masya Allah. Emosiku sudah terbakar. Namun apa daya, aku hanya bisa pasrah. "Ngene iki calone podho koyok Indonesia," gerutu Ucups. Malah luwih parah iki cups, batinku. Aku hanya bisa berharap bis ini dapat mengantarkanku ke Kuala Lumpur tepat waktu.
Ngreeng dek edek edek. Mesin bis mulai berjalan. Aku mulai ingin menangis. Pelayanan semua bis Malaysia rata-rata setara dengan kereta api eksekutif Indonesia yaitu berkaca jendela besar, tempat duduk longgar, TV, AC, dan perjalanan yang nyaman terkendali. Namun ini? Bas sekolah jelek warna kuning dengan didalamnya tempat duduk sempit dan jebol, stereo rusak, tanpa TV, apalagi AC! Panasnya didalam bis tak terkira. Performa mesin pun sejelek penampilan bisnya, jalannya lambat begoyang-goyang. Sumpah bis iki sudah mengenal teknologi suspensi damper belum sih!
Aku sudah tertahan-tahan ingin marah dan menangis. Hebatnya lagi setelah berjalan lemot, bis itu isi bensin dulu! Aku langsung berdiri dari kursi. "Apa el? kebelet ke belakang ta?" tanya Asthy. "Ga! Aku mau ngomong ke supirnya biar cepetin bisnya," ungkapku berapi-api. "Udahlah el, kamu nanti malah dimarahi apalagi kondisinya kayak gini," cecar Asthy. Akhirnya semangatku melabrak menjadi surut.
Aku menjadi curhat ke Ucups kalau aku ingin menangis. Ucups juga berpikiran yang sama denganku. Setelah beberapa menit isi bensin, bis mulai berjalan kembali dengan kecepatan yang sama sekali tak optimum. Saking geramnya dan marahnya diriku sama calo bis beserta supirnya, aku menjadi capek sendiri dan tertidur.
Aku terbangun karena tiba-tiba bis berhenti dan supirnnya turun kebawah. Astaga apa lagi ini? Aku heran sama orang-orang Malaysia. mereka tetap sabar dan tidak protes meski sudah ditipu habis-habisnya seperti ini. 15 menit berlalu, supir belum kembali ke tempat duduknya. Salah satu pria Malaysia berwajah sangar turun kebawah. Aku senang karena aku berharap dia akan melabrak si supir. ternyata pria sangar itu kembali lagi dan menginformasikan bahwa bis itu rusak dan mesinnya ada yang pecah.
Sumpah!Saat itu juga aku ingin menemui supirnya. "Janc*k as* koen Pak! eson mbok tipu entek-entekan. Ase*m, gara-gara kon aku telat pesawat piye. Kurang aj*r!!" (Translate: kamu binatang Janc*k, Pak! Aku tertipu habis-habisan. Karena anda, bagaimana jika aku ketinggalan pesawat. Kurang aj*r). Nah bilang seperti itu sambil tersenyum dan mengacungkan jempol. toh orang Malaysia tak bakal mengerti bahasa Suroboyoan. Tapi tak kulakulan. Biarlah orang-orang picik itu mendapat balasannya dari Tuhan.
Aku dan Ucups mulai gelisah. Aku salut sama Asthy yang masih tetap tenang. Bahkan aku dan Ucups sudah mulai curhat-curhatan dengan penumpang lain. Kita disarankan untuk menunda penerbangan. Untung saja, Adit dengan teman SMAnya telah sampai di Kuala Lumpur duluan. Kita meminta tolong Adit untuk mengcancel penerbangan. Namun apa daya tiket promo, jam penerbangan tidak bisa di cancel.
Kita hanya bisa lemah lunglai di dalam bis. Apalagi posisi saat itu kita masih berada 300km dari Kuala Lumpur pada jam 16.30. Kita berada di jalan tol yang kanan kirinya hutan kelapa sawit. Tak ada terminal, tak ada taksi, tak ada kenalan. Berakhirlah sudah! Sungguh mustahil untuk naik penerbangan nanti malam. "Cups tabunganmu ada berapa?" tanyaku. "Empat jutaan. Cukup buat beli tiket pesawat tiga orang ke Surabaya," jawab Ucups. Kita saat itu sudah kehilangan akal. Tawakkal pada keadaan.
Entah darimana datangnya ide gila itu. Ide nekad tergila yang pernah kualami! Kami memberesi tas dari dalam bis. Lalu kami berdiri di pinggir jalan sambil melambaikan tangan ke setiap mobil yang lewat. Ilustrasi: Tiga remaja gila membawa tas gajah berdiri di dekat bis sekolah mogok sambil melambaikan tangan ke setiap kendaraan. Tak peduli itu truk atau pick up, kami tetap melambaikan tangan. Tak ada yang mau berhenti meskipun itu bis yang kosong. Seringkali kita mundur kebelakang karena hempasan angin dari tiap kendaraan yang lewat. Sesekali juga ada orang melongok dari kaca mobil melihat tiga remaja gila ini dan melajukan mobilnya kembali.
"Ayo pasti ada satu dari sejuta orang disini yang akan berbaik hati memberikan kita tumpangan," teriakku entah pada siapa. Sudah lima belas menit berlalu. Hasilnya nihil. Aku langsung mengobrak-abrik tasku untuk mencari sehelai kertas dan pen. Kutuliskan "HELP". Lalu kuacungkan kertas itu di pinggir jalan tol, layaknya orang demo. Saat itu hatiku benar-benar kupasrahkan pada Allah. Kami telah melakukan usaha yang semaksimal mungkin, kami hanya dapat bertawakkal padaMu sekarang. Bila ada keajaiban, aku akan puasa tujuh hari berturut-turut, ujarku dalam hati.
Keajaiban itu terjadi. Beberapa menit kemudian ada mobil berwarna putih yang berhenti.Ucups menjelaskan perihal permintaan tolong kita kepada Bapak yang menyetir mobil bercat putih itu. Bapak setengah baya tersebut menyetir sendirian dengan tujuan Melaka dan memeperbolehkan kami menumpang sampai Melaka. Aku merasa terharu, ternyata ada orang yang baik hati memperbolehkan tiga remaja asing naik ke mobilnya.Bahkan saat kita naik, Bapak tersebut menawarkan camilan dan minuman.
Didalam mobil, kami sedikit bercerita-cerita. Ternyata Bapak itu bekerja di Singapore dan saat libur seperti sore itu, beliau pulang ke rumahnya di Melaka. Kami juga mengungkapkan tujuan kami akan ke Kuala Lumpur untuk naik pesawat dari LCCT. Tapi kami juga gembira jika diberi tumpangan sampai Melaka, kami bisa naik taxi dari Melaka yang jaraknya sekitar 120km dari Kuala Lumpur. Kami juga bercerita bahawa sebenarnya kami adalah mahasiswa ITS Surabaya yang sedang melancong ke Malaysia dan terkena tipu daya calo. Ternyata Bapak tersebut tahu Surabaya dan pernah mengunjungi perak, beliau juga memiliki teman lulusan ITS di Jakarta.
"Tak bakal cukup waktunya jika naik bis atau taksi dari Melaka," ujar Bapak itu sambil melihat jam yang menunjukkan pukul 17.30. Sedangkan saat kulihat plang hijau di jalan raya, kita masih berada di 230 km dari Kuala Lumpur dan sekitar 150 km dari Melaka. Otakku mulai menghitung-hitung. Jika mobil melaju dengan kecepatan 80km/ jam, maka kita akan sampai di Melaka sekitar jam 19.00. Lalu naik taksi ke LCCT Kuala Lumpur selama dua jam. Cukuplah, itu estimasi terbaiknya. Estimasi terburuk adalalah jalanan macet dan tidak menemukan taksi.
Sekitar jam enam, kami singgah dulu di surau untuk shalat Dhuhur dan Ashar. Aku menyempatkan untuk membeli air mineral, sedari pagi aku belum minum karena ketegangan mulai cek poin sampai sekarang. Saat keluar dari surau, aku mendengar Bapaknya menelpon dengan blackberrynya. "Saya menelpon teman saya yang akan ke Kuala Lumpur. Mungkin saja bisa menumpang, tapi ternyata mobilnya penuh," cerita Bapaknya dalam bahasa Melayu. Saat menyetir mobil, Bapak tersebut melihat jam lalu berkata "Yasudah, saya antarkan kalian ke bandara Kuala Lumpur." Astaghfiirullah, aku terharu. Bapak ini mulia sekali. Berbagai doa kupanjatkan selama perjalanan untuk Bapak dengan mobil putih ini. Semoga rejeki Bapaknya naik berkali-kali lipat. Bukankah doa orang teraniaya selalu dikabulkan.
Speedometer tidak pernah lepas dari angka 100km/ jam - 140 km/jam. Sepanjang perjalanan kami terdiam. Sesekali handphone Bapak etrsebut berbunyi, sepertinya dari keluarganya yang menanyakan keberadaanya. Seringkali pula Bapak itu menguap lalu meminum kopinya kembali. Baru kali ini aku menemukan ada orang yang mau mengantarkan tiga remaja galau dari Johor Bahru ke Kuala Lumpur dengan jarak 280km. Lalu melewati rumahnya sendiri di Melaka. Dan pastinya Bapak tersebut kembali lagi ke Melaka dari Kula Lumpur yang jaraknya sekitar dua jam perjalanan. Padahal Bapak tersebut menyetir dari Singapore artinya dia hari itu menempuh 350+120= 470 km, seharusnya hanya 240 km Singapore-Melaka.
Untung saja jalan raya di Malaysia mulus total, kendaraan melaju dengan ringan. Namun saat belokan baru terasa ngebutnya. Kita langsung terpental karena gaya sentripetal dengan kecepatan tinggi. "Mana ya bandaranya?" gumam Bapak tersebut. ternyata bandara LCCT terpelosok paling belakang dan jauh dari Kuala Lumpur.
Bapak tersebut menurunkan kita tepat didepan penerbangan internasional. Ucups yang didepan mencium tangan Bapak tersebut. Wajar saja menurutku karena usia Bapak itu hampir sama dengan usia orang tua kita. Namun Bapak itu tak mau divium tangannya. "Ini saya harus panggil Bapak siapa?" tanya Ucups. "Pak Bakar," jawabanya. Kita berkali-kali mengucapkan terima kasih dan ucapan doa kepada Bapak itu saat menutup pintu. Bodohnya kita, tak menanyakan alamat rumahnya. Paling tidak kita nanti bisa mengirim kenang-kenangan dari Indonesia. Siapapun hubungi saya jika kenal dengan Bapak ini. Namanya Pak Bakar. Bapak ini kerja di GE Singapore dan tinggal di Melaka. Usianya paruh baya.
Saat itu jam menunjukkan pukul 20.30. Hal pertama yang kita lakukan adalah makan di McD. Kami semua merenung dan berpikiran sama. Banyak hal yang bisa diambil dari pengalaman hari ini. Menjadi apapun kita esok, jika menemui orang yang melambaikan tangan dan membutuhkan bantuan di tengah jalan, kita harus menolongnya.
Kita bertemu dengan Adit dan teman-temanya, saat akan masuk ruang tunggu bandara. Kami saling bercerita pengalaman selama di Singapore. Sepertinya pengalaman kita paling mengerikan. Pesawat Air Asia Indonesia telah datang. Aku duduk didekat jendela. Pesawat mulai lepas landas. Terlihat kembali untaian emas berkelip-kelip. Sedang apa ya Bapak bermobil putih? Semoga telah sampai dengan selamat di rumahnya dan semoga Bapak tersebut memperoleh balasan atas kebaikannya.
Selamat tinggal Malaysia dan Singapore. Terima kasih telah menyajikan keunikan, keramahan, pemandangan indah, dan pelajaran yang takkan kulupa.